1.
Latar Belakang
Investasi
merupakan pemilihan terhadap perimbangan antara risiko (risk) dan harapan keuntungan (expected
return) yang terkait pada sebuah objek (Teamwork, 1998). Besar kecilnya expected return investment sangat
dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang sumbernya di luar investasi.
Tujuan
utama berinvestasi adalah memaksimalkan return,
tanpa melupakan faktor risiko yang harus dihadapi. Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor untuk
berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor dalam
menanggung risiko atas investasi tersebut. Mengetahui secara pasti besarnya return yang dapat diperoleh dari suatu
investasi di masa yang akan datang tidaklah mudah. Return investasi yang didapatkan di masa yang akan datang mungkin
berbeda dengan estimasinya.
Salah
satu bidang investasi yang cukup menarik tetapi tergolong cukup berisiko tinggi
adalah berinvestasi pada saham (berinvestasi di pasar modal). Saham perusahaan
yang telah go public tergolong
memiliki risiko yang sangat tinggi karena sifat komoditinya yang sangat peka
terhadap perubahan yang terjadi baik perubahan yang terjadi di luar negeri
maupun perubahan yang terjadi di dalam negeri khususnya perubahan dalam bidang
ekonomi, politik, dan moneter suatu negara. Perubahan yang terjadi tersebut
dapat berdampak positif yang ditandai dengan meningkatnya nilai kurs saham
perusahaan maupun dampak negatif yang ditandai dengan menurunnya nilai kurs
saham.
Oleh
karena itu, dalam melakukan investasi dalam bentuk saham, investor harus
melakukan analisis terhadap faktor yang mempengaruhi kondisi perusahaan emiten,
sehingga dapat meminimalisasi kerugian yang dapat timbul dari adanya fluktuasi
pertumbuhan dan perkembangan emiten yang bersangkutan.
Dalam
pemilihan suatu investasi yang baik diperlukan suatu alat yang mendukung agar
keputusan investasi yang diambil oleh seorang investor menjadi tepat. Seperti
yang dikemukakan oleh Khrishnamurti (2009:21), yang menyebutkan bahwa untuk
menganalisis efek dan membuat keputusan investasi dapat digolongkan pada dua
kategori yang sangat luas yaitu analisis fundamental dan teknikal.
”Theme
thousandth to analyze securities and make investment decisions fall into two
very broad categories: fundamental analysis and technical analysis. Fundamental
analysis involves analyzing the characteristics of a company to estimate its
value. Technical analysis takes a completely different approach; it does not
care one bit about the “value” of a company or a commodity. Technicians (some
times called chartists) are only interested in the price movements in the
market”. (Khrishnamurti,
2009:21)
Beberapa
perkembangan kondisi moneter sebagai salah satu indikator dari analisis fundamental
secara tidak langsung akan berdampak pada perkembangan dunia investasi yang
terjadi di Indonesia. Kondisi makro ekonomi menjadi salah satu indikator yang
sangat mempengaruhi keputusan investasi yang dilakukan oleh para investor.
Kondisi tersebut tercemin pada perkembangan pasar modal yang menjalankan fungsi
ekonomi sekaligus fungsi keuangan. Dari sudut pandang ekonomi, pasar modal
berfungsi sebagai salah satu mobilitas dana jangka panjang yang efisien bagi
pemerintah.
Perkembangan
pasar modal yang begitu cepat sangat dipengaruhi oleh daya tarik dari pasar
modal tersebut bagi para investor sebagai salah satu pilihan tempat yang dapat
dipercaya untuk berinvestasi dengan banyak pilihan jenis investasi yang dapat
dilakukan yang sesuai dengan analisis yang tepat dan keberanian dalam mengambil
risiko dengan harapan dapat memaksimalkan return
dengan risiko tertentu dalam setiap keputusan investasinya, karena
berdasarkan teori keuangan menyebutkan bahwa apabila risiko suatu investasi
yang dilakukan maka tingkat
keuntungan yang disyaratkan juga akan semakin besar.
Perusahaan
yang memiliki saham-saham unggulan adalah perusahaan yang memiliki kinerja
keuangan yang baik, dan dapat mempertahankan harga saham meskipun kondisi
perekonomian tidak mendukung. Kondisi perusahaan yang selalu stabil merupakan
salah satu dambaan para investor.
Salah
satu informasi yang sangat dibutuhkan oleh investor adalah informasi tentang
laporan keuangan atau laporan keuangan tahunan perusahaan. Laporan keuangan
diterbitkan oleh perusahaan minimal sekali dalam setahun. Perusahaan yang telah
go public berkewajiban untuk
menerbitkan laporan keuangan mereka melalui Bursa Efek Indonesia, hal tersebut
dimaksudkan sebagai salah satu bentuk transparansi yang dilakukan agar publik
dapat mengetahui perkembangan perusahaan tersebut. Laporan keuangan berisi
informasi tentang neraca perusahaan, laporan Laba Rugi perusahaan. Laporan
keuangan perusahaan merupakan salah satu alat bagi para investor untuk
menentukan sikap apakah membeli atau melepas saham perusahaan tersebut. Harga
saham perusahaan yang terbentuk di pasar modal pada dasarnya terbentuk karena
adanya kekuatan dari mekanisme pasar. Mekanisme pasar sendiri bersumber dari
kinerja perusahaan atau cermin dari keputusan pihak manajemen perusahaan.
Berdasarkan mekanisme pasar tersebut, investor harus dapat melakukan analisis
yang tepat dalam pemilihan saham sebagai suatu keputusan investasi yang
diambil. Terdapat dua analisis yang dapat dipergunakan oleh calon investor
dalam membantu memberikan keputusan yang tepat untuk pembelian saham yang akan
dilakukan yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal.
Analisis
fundamental dapat membantu para investor dan calon investor untuk mengetahui
apakah harga saham tersebut terlalu mahal atau murah sehingga investor atau
calon investor dapat mengambil keputusan untuk melepaskan atau membeli saham
dari masing-masing emiten tersebut.
Berbagai pemahaman tentang analisis
teknikal yang berkembang saat ini. Analisis teknikal pada dasarnya adalah suatu
analisis harga saham yang berdasarkan pada grafik harga saham yang terbentuk.
Ada beberapa pendapat tentang analisis teknikal sebagaimana diungkapkan oleh
Edward & Magee (2001) sebagai berikut:
“The term
"technical" in its application to the stock market, has come to have
a very special meaning, quite different from its ordinary dictionary
definition. It refers to the study of
the action of the market itself as opposed to the study of the goods in which
the market deals. Technical Analysis is the science of recording, usually in
graphic form, the actual history of trading (price changes, volume of
transactions, etc.) in a certain stock or in "the Averages" and then
deducing from that pictured history the probable future trend”. (Edward, & Magee., 2001:45)
2. Analisis Teknikal
Analisis teknikal
adalah studi harga dengan menggunakan grafik sebagai alat utama. (Salim, L.
2003:2). Analisis teknikal adalah salah satu cara membuat keputusan untuk
melakukan transaksi, baik buy atau sell berdasarkan data harga pada masa
lampau (data sejarah). (www.belajarmarketiva.web.id, 2010) Harga pergerakan
mata uang yang setiap detik direkod dan dilakukan sebuah analisis untuk
menentukan harga yang akan datang (prediction
/ forecasting). Dalam teori analisis teknikal dikenal dengan sebuah prinsip
bahwa harga akan bergerak naik atau turun mengikuti trend atau pola-pola
tertentu sehingga tidak mungkin harga saham akan bergerak secara acak atau
tidak beraturan.
Analisis teknikal
yang dipergunakan saat ini berasal dari Dow
Theory pada tahun 1900 oleh Charles Dow. Teori ini mencakup beberapa
prinsip seperti tren harga, harga melakukan diskon pada semua informasi yang
diketahui, konfirmasi dan penyimpangan (divergence),
volume yang mencerminkan perubahan harga dan dukungan atau tahanan (support/resistance).
Analisis teknikal
mengamati pembentukan grafik harga dengan berbagai varian yang mungkin berlaku
berbanding dengan perilaku harga sebelumnya. Sekalipun analis teknikal
mempertimbangkan data-data statistik lainnya, namun peranti utama analisis adalah
pada grafik harga yang dianggap dapat memenuhi ramalan harga terkini dan
kecenderungannya.
Dalam analisis
terknikal dikenal dengan istilah indikator yang merupakan sekumpulan (time series) data (data point) yang dihasilkan dari penggunaan sebuah formula terhadap
data harga suatu sekuritas. Data harga
tersebut dapat berupa kombinasi dari harga pembukaan (open), tertinggi (high),
terendah (low), atau penutupan (close) dalam sebuah rentang periode.
Beberapa indikator mungkin hanya menggunakan data harga penutupan saja,
sedangkan yang lain juga menggunakan volume atau harga pembukaan dalam
formulanya.
Tujuan pokok mengamati
grafik adalah:
1.
Secepat mungkin menemukan kecenderungan harga yang terbentuk dari harga
saham.
2.
Memperkirakan kemungkinan waktu dan jarak kecenderungan dari
masing-masing harga saham tersebut.
3.
Memilih saat yang paling menguntungkan untuk masuk dan keluar pasar
saham. (www.asiaroxy.com, 2010)
Sebuah indikator menawarkan sebuah
perspektif yang berbeda-beda dari cara menganalisis sebuah pergerakan harga
saham. Dari yang sederhana seperti moving
average yang menawarkan interprestasi yang relatif mudah dipahami dari
formula yang juga sederhana sampai seperti stochastic
yang dihasilkan dari formula yang lebih rumit dan memerlukan pemahaman yang lebih
dalam menginterprestasikan informasi yang dihasilkan. Berdasarkan kompleksitas
dari formula yang digunakan, indikator dapat menyajikan perspektif yang unik
dalam menilai aksi pergerakan harga. Secara umum indikator memiliki tiga fungsi
utama, yaitu:
1.
Untuk memberikan
peringatan (alert). Dipergunakan
untuk mengawasi akan terjadinya penembusan pada garis support atau resisten.
2.
Memberikan konfirmasi
(confirm), dan
3.
Menjadi suatu alat
untuk memprediksi (predict).
2.1. Stochastik Oscillator
(SO)
Stochastic Oscillator (SO) adalah
indikator momentum yang dikembangkan oleh George C. Lane pada akhir 1950-an,
untuk membandingkan harga penutupan suatu komoditi terhadap rentang harga dalam
suatu periode tertentu. (Bickford., 2007:32)
Pada dasarnya indikator ini digunakan untuk mengukur kekuatan relatif dari
harga terakhir terhadap rentang harga tertinggi dan harga terendah selama
periode rentang waktu sesuai dengan yang diinginkan yang menunjukkan lokasi
dari penutupan harga saat ini relatif terhadap wilayah titik tinggi-rendah
selama periode waktu tertentu. Tingkat harga penutupan yang secara konsisten
berada dekat wilayah tinggi mengindikasikan akumulasi (tekanan beli) dan yang
berada dekat wilayah rendah mengindikasikan distribusi (tekanan jual).
Stochastic oscillator mempunyai empat variabel sebagai berikut:
1)
%K Periods
Nilai ini adalah jumlah jangka waktu yang digunakan dalam
perhitungan stochastic.
2)
%K Slowing Periods
Nilai ini mengontrol pemulusan internal dari %K. Nilai 1 dianggap
stochastic cepat; nilai 3 dianggap stochastic lambat.
3)
%D Periods
Nilai ini adalah jumlah jangka waktu yang digunakan untuk
menghitung moving average dari %K. Moving avarage disebut “%D” dan umumnya
ditampilkan sebagai garis putus-putus di atas %K.
4)
%D Method
Metode (yaitu, Exponential,
Simple, Time Series, Triangular, Variable, atau Weighted) yang digunakan untuk menghitung %D. (Salim.,
2003:265)
Indikator stochastic oscillator ini dapat dihitung dengan mempergunakan
persamaan sebagai berikut dan dapat dikembangkan dengan merubah periode waktu
yang digunakan dalam perhitungan harga tertinggi dan terendah.
Alat analisis ini merupakan salah
satu momentum oscillator yang
menunjukkan posisi closing saat ini (current) secara relatif terhadap range transaksi dalam periode tertentu. Closing level yang konsisten berada pada
kondisi puncak (peak) merupakan
indikasi terjadinya accumulation (buying pressure). Sebaliknya, closing level yang konsisten berada pada
bottom, mengindikasikan terjadinya distribution (selling pressure).
a)
Perhitungan Stochastik
Oscillator
Stochastic
oscillator membandingkan antara harga
penutupan pada suatu saat dan jangkauan harga selama jangka waktu tertentu.
(Salim., 2003:263). Pemikiran yang melatar belakangi indikator ini adalah kecenderungan
harga untuk mendekati harga tertinggi yang pernah dicapai sebelumnya pada saat
nilai pasar naik (bullish) dan mendekati nilai terendah yang pernah
dicapai sebelumnya pada saat nilai pasar menurun (bearish). Sinyal
transaksi dapat ditentukan saat osilator stochastic
memotong garis pergerakan rata-rata (moving average).
Dua indikator stochastic
oscillator biasanya digunakan untuk
menghitung variasi pergerakan harga kedepan, yaitu suatu stochastic cepat (%K) dan stochastic
lambat (%D). Perbandingan dari statistik ini adalah merupakan suatu indikator
kecepatan yang bagus guna menentukan pada harga berapakah perubahan akan
terjadi. Stochastic cepat
atau %K adalah sama dengan Williams %R, dengan menggunakan skala 0 hingga
100 dan bukannya 100 ke 0, tetapi terminologi keduanya tetap berbeda.
Perhitungan SO dilakukan menurut suatu persamaan dari %K 14
hari (Stochastic Oscillator
periode-14) akan menggunakan data penutupan terkini, titik tertinggi dari
titik-titik tinggi selama 14 hari terakhir, dan titik terrendah dari
titik-titik rendah selama 14 hari terakhir. Panjangnya periode akan bervariasi
tergantung dari sensitivitas dan jenis dari sinyal yang diinginkan. Sebagaimana
pada RSI, besarnya periode yang populer digunakan untuk perhitungan adalah 14.
%K memberitahukan pada kita bahwa harga penutupan berada pada persentil ke-57
dari wilayah tinggi rendah, atau sedikit di atas titik tengah. Karena %K adalah
suatu rasio atau persentase, maka ia akan berfluktuasi antara 0 dan 100. Suatu
SMA 3 hari biasanya diplotkan sepanjang sisi %K untuk bertindak sebagai garis
pemicu, dan dinamakan dengan %D.
Stochastic cepat atau juga biasa disebut Stoch %K
menggunakan cara perhitungan rasio sebagai berikut :
Keterangan:
HP = Harga
penutupan
Terendah = Harga terrendah
N = Jumlah hari
yang dipergunakan
Apabila harga penutupan saat
ini adalah merupakan harga yang terrendah dalam N hari terakhir, nilai %K
adalah 0, dan apabila harga penutupan saat ini adalah merupakan harga tertinggi
dalam N hari terakhir maka nilai %K=100. (www.wikipedia.org, 2010)
Stochastic oscillator lambat atau
juga disebut Stoch %D menggunakan perhitungan pergerakan harga
sederhana dari statistik Stoch %K melintasi periode s periods biasanya s=3:
, atau ada persamaan yang lebih umum dipergunakan adalah:
Rentang oscillator %K
dan %D adalah dari 0 hinga 100 dan seringkali dinyatakan dalam bentuk
tanda garis. Tingkat yang mendekati ekstrim adalah 100 dan 0, baik bagi %K
maupun %D, mengindikasikan kekuatan atau kelemahan yang disebabkan oleh
karena terbentuknya harga atau mendekati harga tertinggi atau terendah baru
dalam N hari.
“Terdapat dua jenis metode yang terkenal untuk menggunakan
indikator %K dan %D dalam pengambilan keputusan untuk membeli atau
menjual saham. Metode pertama adalah menggunakan perlintasan dari
sinyal %K dan %D dan metode kedua adalah menggunakan asumsi
bahwa %K dan %D terombang-ambing (oscillate) dalam melakukan
keputusan beli dan jual”. (Forex., 2007).
Pada metode pertama, %D berlaku sebagai pemicu atau
garis sinyal untuk %K. Sinyal beli akan diperoleh sewaktu %K memotong
keatas melintasi %D, ataupun sebaliknya dengan sinyal jual yang akan
diperoleh ketika %K memotong kebawah melintasi %D (Forex., 2007).
“Perlintasan tersebut dapat saja terjadi dengan amat sering
dan untuk menghindari sinyal palsu maka sebaiknya ditunggu terjadinya suatu
lintasan yang bersamaan dengan indikasi kelebihan minat beli (overbought)
ataupun kelebihan minat jual (oversold) ataupun hanya pada saat
terjadinya puncak atau menembus garis %D. Apabila volatilitas harga amat
tinggi, maka dapat digunakan pergerakan rata-rata yang sederhana dari indikator
Stoch %D”.
(Prasenjit., 2006)
Pada metode kedua, beberapa analis memperdebatkan
bahwa %K atau %D pada tingkat diatas 80 dan dibawah 20 dapat diartikan
sebagai kelebihan minat jual ataupun beli. Dalam teori bahwa harga
terombang-ambing (oscillate), kebanyakan analis termasuk juga George
Lane, merekomendasikan untuk melakukan pembelian atau penjualan saat terjadinya
pembalikan arah. (Prasenjit Y: 2006) Atau dengan kata lain, pembelian atau
penjualan dapat dilakukan setelah terjadinya sedikit pergerakan kearah balik.
Pada analisis stochastic
oscillator nilai maksimal %D dan %K
adalah 100 sedangkan nilai minimalnya adalah 0. Dengan nilai yang konstan
seperti ini, maka jelas bahwa fungsi utama dari stochastic oscillator adalah
untuk mendeteksi kondisi overbought
dan oversold. Ada beberapa cara untuk
menentukan sinyal jual dan beli melalui indikator stochastic oscillator, diantaranya yaitu:
1) Membeli ketika oscillator,
garis %K garis %D, turun dibawah tingkat tertentu (misalnya, 20) dan kemudian
naik ke atas tingkat tersebut. Menjual ketika oscillator naik ke atas tingkat tertentu (misal, 80) dan kemudian
turun dibawah tingkat tersebut.
2) Membeli ketika garis %K naik keatas garis %D dan menjual
ketika garis %K turun dibawah garis %D.
3) Melihat penyimpangan; sebagai contoh, ketika harga membuat
rangkaian harga tertinggi baru sementara stochastic
oscillator gagal melampaui nilai-nilai sebelumnya. (Prasenjit., 2006)
b)
Lambat Vs Cepat Vs Penuh
Dalam analisis teknikal modern dikenal adanya 3 Stochastic Oscillator, yaitu: Cepat,
Lambat, dan Lengkap (Fast, Slow, dan Full). Untuk sementara ini, pembahasan
akan ditekankan pada SO Cepat versus SO Lambat. Sebagaimana yang ditunjukkan
pada perhitungan, SO Cepat dibentuk oleh garis %K dan %D. Untuk menghindari
kerancuan di antara keduanya maka dapat mempergunakan %K (cepat) dan %D (cepat)
untuk mengacu pada komponen yang digunakan pada SO Cepat, dan %K (lambat) dan
%D (lambat) untuk mengacu pada komponen yang digunakan pada SO Lambat. Tenaga
penggerak di balik kedua Stochastic
oscillator tersebut adalah %K (cepat), yang didapatkan dari penggunaan
formula perhitungan SO yang telah diberikan.
c)
Ikhtisar %K dan %D
-
%K (cepat) = rumus dari %K tersebut di atas
mempergunakan periode x
-
%D (cepat) = SMA y-hari dari %K (cepat)
-
%K (lambat) = SMA 3-hari dari %K (cepat)
-
%D (lambat) = SMA y-hari dari %K (lambat)
-
%K (lengkap) = SMA y-hari dari %K (cepat)
-
%D (lengkap) = SMA z-hari dari %K (lengkap)
Dalam hal ini x adalah parameter pertama, y adalah
parameter kedua, dan (dalam kasus stochastic
Lengkap) z adalah parameter ketiga. Dalam kasus stochastic Cepat dan Lambat, x secara khusus biasa ditentukan
dengan 14 dan y dengan 3.
Beberapa yang termasuk dalam
interpretasi yang popular dari stochastic
oscillator adalah sebagai berikut:
1)
Buy when the oscillator (either %K or %D) falls below a
specific level (e.g., 20) and then rises above that level. Sell when the
oscillator rises above a specific level (e.g., 80) and then falls below that
level.
2)
Buy when the %K line rises above the %D line, and sell when
the %K line falls below the %D line. (Bickford., 2007:34)
2.2. Rate of Change (ROC)
Rate of change (ROC) adalah salah
satu analisis teknikal yang memperlihatkan antara harga penutupan hari ini dan
harga penutupan N hari yang lalu. Indikator Rate
of Change (ROC) adalah momentum oscillator
efektif yang sederhana, yang mengukur persentase perubahan dalam harga dari
satu periode ke periode berikutnya. Perhitungan ROC membandingkan harga saat
ini dengan harga n periode sebelumnya.
Adapun persamaan dari ROC sendiri
adalah sebagai berikut:
Momentum adalah merupakan perbedaan
yang terjadi. Adapun persamaan dari momentum adalah sebagai berikut:
Sedangkan untuk tingkat skala
perubahan dapat diukur berdasarkan harga penutupan yang lama untuk dapat
menggambarkan kenaikan sebagai fraksi dari:
Momentum secara umum adalah harga yang merupakan kelanjutan dari
tren. Indikator momentum dan tingkat perubahan menunjukkan nilai positif
sewaktu terjadinya kenaikan harga dan nilai negatif sewaktu terjadinya
penurunan harga. (www.wikipedia.org, 2010)
Perlintasan naik ke atas menembus
nilai nol dapat digunakan sebagai indikator sinyal beli, dan sebaliknya pada
perlintasan turun ke bawah melewati nol adalah merupakan indikator sinyal jual.
Seberapa rendah (sewaktu negatif) atau tingginya (sewaktu positif) indikator
dapat menunjukkan seberapa kuatnya suatu tren. Tabel 4 di bawah ini menunjukkan
reaksi Oscillator momentum untuk memberi
arah pada aktifitas harga melalui titik balik pasar.
Tabel 4
Reaksi Oscillator Momentum
Oscillator Momentum
|
Deskripsi
|
Naik
|
Harga di periode
sekarang naik lebih banyak (turun lebih sedikit) dari N periode yang lalu.
|
Datar
|
Harga naik atau
turun di periode sekarang jumlahnya sama dengan N periode yang lalu.
|
Turun
|
Harga di periode
sekarang naik lebih kecil (turun lebih banyak) dari N periode yang lalu.
|
Sumber: MetaStock
user’s manual versi 9.0 ( 2004)
“The rate of change oscillator conveys a good
deal of information in and of it self, but it provides more information if the
time is taken to study the market action that created the current reading. More
specifically, each day's new rate of change indicator level actually involves
two variables: the current day's change in price level and direction of
movement, and the level and direction of the price movement of the day that is
being removed from the calculation being made”. (Appel., 2005:78)
Salah satu kelebihan pada kedua
indikator ini adalah kemampuannya untuk melihat apa yang kemungkinan terjadi
didepan karena dapat memberikan sinyal yang lebih dahulu akan pengurangan
momentum yang akan diikuti oleh berakhirnya tren dan perubahan arah. Namun
demikian, sama seperti RSI yang memiliki kelebihan dengan kesensitifannya, maka
kedua indikator ini pun memiliki kelemahan sehingga tidak boleh digunakan
sebagai indikator utama untuk penentuan buy/sell.
ROC dan momentum lebih baik digunakan sebagai approval dari indikator lainnya guna menguatkan hasil analisis kita
mengenai apa yang akan segera terjadi. Kegunaan lain dari kedua indikator ini
adalah untuk mengetahui kondisi overbought
atau oversold yang berarti akan
segera terjadi perubahan arah harga. Perubahan arah harga tidak akan terjadi
sampai indikator meninggalkan area overbought
atau oversell yang dibuat.
2.3. Moving Average Convergence-Divergence (MACD)
Menurut Salim (2003:34), Indikator
adalah perhitungan matematis yang diterapkan pada harga sekuritas dan atau
volume perdagangan. Hasil dari perhitungan indikator ini adalah nilai yang
digunakan untuk mengantisipasi gerakan harga di masa depan.
“The Moving Average Convergence-Divergence
(MACD) timing model, which I invented during the late 1970s, has become one of
the most popular of technical tools, used by short-term and longer-term
investors in the stock, bond, and other investment markets. It is a featured
indicator on virtually every computer-based technical trading program and
trading platform”. (Appel., 2005:186)
MACD adalah salah satu dari
indikator yang dikelompokkan kedalam Trend
Following Indicator, yaitu indikator yang mengikuti kecenderungan
pergerakan harga saham. Trend Following
Indicator terkadang disebut juga dengan lagging
indicator adalah indikator yang tepat digunakan pada sebuah trend yang
bergerak naik atau turun. Indikator ini memang didesain sedemikian rupa sebagai
pemandu bagi trader atau investor bermain dalam suatu tren tersebut. Oleh
karena itu indikator yang tergolong dalam jenis ini relatif kurang cocok untuk
digunakan dalam tren mendatar (sideways).
Kelebihan dari indikator ini adalah mudah dalam penggunaan dan interprestasi
serta kemampuan untuk menangkap pergerakan dan tetap untuk berada dalam
pergerakan tersebut, sedangkan kekurangan yang terkandung dalam indikator ini
adalah tidak efektif apabila berada dalam sebuah trading range datar atau menyamping.
Indikator
Moving Average Convergence-Divergence
(MACD), sering memberikan pemberitahuan awal yang sangat baik perubahan yang
akan datang pada tren pasar. (Appel.,
2005:185). MACD digunakan oleh Gerald Appel sebagai alat bantu dalam
menganalisis perubahan arah tren dan siklus harian hingga mingguan. MACD
menggunakan dua Exponential Moving
Average (EMA) untuk mengindikasikan kondisi overbought atau oversold
yang berfluktuatif diatas dan dibawah garis nol (zero line). Pada MACD tidak terdapat angka batasan secara absolut
seperti pada Stockhastic Oscillator
yang biasanya menggunakan batas 30 – 70.
MACD dihitung dengan mengurangi moving average untuk 26 hari dari moving average untuk 12 hari. Hasilnya adalah indikator yang
berisolasi (bergerak ke atas-bawah) di atas dan di bawah nilai nol. Ketika MACD
berada di atas nol, hal tersebut menunjukkan bahwa moving average untuk 12 hari lebih tinggi dari moving average untuk 26 hari. Kondisi ini menunjukkan bahwa
investor harus mengambil sikap bullish
karena harapan saat ini (yaitu moving
average untuk 12 hari) lebih tinggi dari pada harapan sebelumnya (yaitu, moving average untuk 26 hari). Menurut
Salim (2003:35), ketika MACD berada di bawah garis nol, ini berarti moving average untuk 12 hari lebih
rendah dari moving average 26 hari,
ini berarti investor harus mengambil sikap bearish
karena harapan saat ini (yaitu moving
average untuk 12 hari) lebih rendah daripada harapan sebelumnya (yaitu, moving average untuk 26 hari). Ini
menunjukkan sikap bearish (atau turun
dalam garis supply/demand).
MACD standar terdiri dari dua garis. Garis pertama atau dikenal
dengan MACD line, adalah hasil
selisih dari dua buah EMA yaitu EMA 12 dan EMA 26. Garis ini biasanya disajikan
dengan garis yang lebih tebal. Garis pendampingnya adalah pemicu atau trigger line. Garis ini adalah garis EMA
9 dan biasanya disajikan dengan garis yang lebih tipis atau putus-putus. Karena
MACD line berasal dari selisih dua
EMA, maka akan terdapat dua kemungkinan hasil yaitu positif dan negatif.
Positif berarti indikasi terjadinya bullish,
negatif indikasi terjadinya bearish.
Seperti layaknya Moving Average, MACD
juga biasanya digunakan untuk mengidentifikasi sinyal jual dan beli dan perubahan
trend. Sinyal jual diindikasikan saat
MACD line bergerak memotong dari atas
ke bawah slow line (Dead Cross), dan sebaliknya untuk sinyal
beli diindikasikan saat MACD line
bergerak memotong dari atas ke bawah slow
line (Golden Cross).
3.
Analisis Fundamental
3.1.
Model Discounted Cash Flows (Model DCF)
Model ini melihat nilai
asset sebagai present value dari
asset tersebut. Model ini memerlukan informasi perkiraan umur asset, cash flow
serta besarnya diskon. Model DCF ini dikembangkan oleh Wies (dalam Hakiman,
2005; 30) mengatakan bahwa harga suatu asset sekuritas apakah itu saham atau
obligasi adalah jumlah dari seluruh pendapatan yang akan diterima dimasa datang
dengan diskon sebesar suku bunga saat ini untuk mendapatkan nilai present Value nya.
Saham bisa memberikan
aliran arus kas yang diharapkan dimasa depan dan nilai saham dicari dengan cara
yang sama seperti penilaian aktiva keuangan lainnya yang
dinamakan nilai sekarang dari aliran arus kas yang diharapkan dimasa depan. Aruskas
yang diharapkan ada 2 unsur (1) dividen yang diharapkan tiap tahunnya dan (2)
harga yang diharapkan diterima investor ketika mereka menjual saham. (Brigham
& Huston, 1999; 360)
Selanjutnya Williams
(dalam Hakiman, 2005: 30) memasukkan konsep dividend dan
kesempatan investasi (pertumbuhan), pendapatnya adalah:
1)
Dividen dimasa datang tergantung kepada
earning dimasa datang
2)
Distribusi dividen adalah tergantung
kepada kebutuhan reinvestasi (opportunity),
dari bisnis tersebut.
Persamaan umum model DCF adalah sebagai berikut:
(Reilly dkk,
2006: 371)
Dimana :
= Value
of stock J
= Life
of the asset
= Cash
Flow in period t
k = The
discount rate that is equal to the investor’ required rate of return for asset
j, which is determained by the uncertainty (risk) of the asset’s cash flows
Ada 3 (tiga) pendekatan
penilian yang biasa digunakan dengan pendekatan model Discounted Cash Flow (DCF) dianataranya adalah:
1)
Dividen
Discount Model (DDM)
Metode Dividen Discount Model (DDM) ini
melakukan pendekatan penilaian harga saham dengan melihat present value dari dividens
yang bisa diberikan saham tersebut dimasa yang akan datang.
Persamaan umum
dari model DDM adalah sebagai berikut:
Apabila saham tersebut dimiliki dalam
jangka waktu 2 tahun maka persamaan di atas menjaadi:
(Reilly,
2006: 372)
Dimana
:
=
Nilai intrinsik saham J
D
= Dividen yang diharapkan pada tahun t
k = Required
rate of return (nilai yang dipersyaratkan) pada saham j yang dihasilkan
melalui CAPM.
= Harga
saham pada akhir tahun ke 2
Model di atas disebut juga the zero growth model, karena model dibangun dengan asumsi bahwa
keuntugan perusahaan tidak berubah setiap tahunnya dan semua keuntungan
dibagikan sebagai dividen, sehingga dividen tidak mengalami pertumbuhan.
Jika pertumbuhan tidak sama dengan nol, atau ada
bagian dari dividen yang digunkan untuk investasi, maka persamaan berubah
menjadi sebagai berikut :
(Reilly
dkk, 2006: 375)
Dimana :
=
Nilai intrinsik saham J
D
= Dividen yang diharapkan pada tahun t
k = Required
rate of return (nilai yang dipersyaratkan) pada saham J yang dihasilkan
melalui CAPM.
= Harga
saham pada akhir tahun ke 2
g =
Tingkat pertumbuhan dividen (Proporsi laba ditahan (b) x Return on
Equity (R)
n = Dividen yang diharapkan
Adapun beberapa asumsi DDM yang harus dipenuhi
adalah (Reilly, 2006 376):
1.
Dividends
grow at a constant rate.
2.
The
constant growth rate will continue for an infinite period.
3.
The
required rate of return (k) is greater than the infinite growth rate (g). if is not, the model give meanings result because the denominator
becomes negative.
Artinya bahwa 1) Dividen harus tumbuh pada tingkat
yang konstan, 2) Tingkat pertumbuhan konstant akan berlangsung untuk periode
tak tentu, dan 3) return disyaratkan (k) adalah lebih besar daripada tingkat
pertumbuhan tak tentu (g), karena apabila tidak maka model tersebut akan
memberikan hasil penilaian yang berbeda karena nilai pembaginya akan menjadi
negatif.
2)
Presen
Value of Operating Free Cash Flow
Model ini adalah melakukan
derivasi nilai perusahaan dengan cara mendiskontokan arus kas operasi total
sebelum pembayaran bunga kepada para pemegang obligasi, yang dilanjutkan dengan
mengurangi nilai utang untuk bisa melakukan estimasi nilai equitas. Pada model Presen Value of Operating Free Cash Flow
tingkat diskonto yang digunakan adalah menggunakan WACC dari perusahaan. Adapun
rumusan yang digunakan dalam model ini adalah:
(Reilly dkk, 2006: 378)
Dimana :
= Nilai
intrinsik saham J
n = Jumlah periode yang diasumsikan
menjadi tak tentu
= Arus kas operasi perusahaan selama periode
t
WACC = Rata-rata tertimbang biaya modal perusahaan
j.
Sama dengan menggunakan model DDM, model ini dapat
juga digunakan untuk melakukan estimasi dalam satu periode tak tentu. Dimana
pertumbuhan yang setabil dapat di jabarkan dengan menggunakan rumusan seperti
di bawah ini:
(Reilly dkk, 2006: 379)
Dimana :
= Nilai
intrinsik saham J
=
Arus kas bebas operasi dalam periode 1 dimana
= Pertumbuhan konstan jangka panjang dari
arus kas bebas operasi.
WACCt = Rata-rata tertimbang biaya modal perusahaan
j.
3)
Present
Value of Free Cash Flow to Equity
Model ketiga dari model discounted cash flow adalah pendekatan
dengan menggunakan model Present Value of
Free Cash Flow to Equity pada model ini arus kas bebas (cash flow) untuk equitas diderivasi
setelah aruskas operasi telah disesuaikan untuk membayar hutang perusahaan baik
dalam kewajiban pembayaran bunga dan pokok pinjaman perusahaan. Pada model ini
tingkat diskonto yang digunkan lebih kepada biaya ekuitas perusahaan (k) dengan
pendekatan CAPM dari pada menggunaka pendekatan diskonto perdasarkan WACC
perusahaan. Adapun perumusan model yang digunakan adalah sebagai berikut:
(Reilly dkk, 2006: 380)
Dimana :
= Nilai
intrinsik saham J
n = Jumlah periode yang diasumsikan
menjadi tak tentu
= Arus kas bebas perusahaan selama periode t
k = Biaya equitas yang bisa dihasilkan
melalui CAPM.
3.2.
Model Relative Valuation (RV)
Model RV ini dibuat
berdasarkan kemempuan perusahaan menghasilkan earning, kemudian dihitung nilai eraning per share (EPS) atau price
earning ratio (PER) dan dibandingkan dengan nilai EPS dari kelompok
industry perusahaan tersebut.
Cara kerja model RV adalah
dengan menghitung nilai asset perusahaan kemudian memperhatikan nilai asset
perusahaan/industry pembanding relative terhadap variable yang umum seperti earning, cash flow, atau nilai buku.
Model ini memerlukan informasi; asset yang identk, standarisasi ukuran nilai
misalnya modal, jika asset tidak bisa dibandingkan secara persis maka perlu
variabel control untuk perbedaan tersebut
Model ini dikembangkan
oleh Molodovsky (dalam Hakiman, 2005: 34) dan merupakan pengembangan dai model
pertumbuhan tetap (model Gordon). Moldovsky mengatakan bahwa besarnya rasio
dividen adalah fungsi dari pertumbuhan pendapatan.
Ada 4 (empat) pendekatan
penilian yang biasa digunakan dengan pendekatan model Relative Valuation (RV) dianataranya adalah :
1)
The Price/Earning (P/E) Ratio
Model ini menilai saham
berdasarkan pada laba tahunan ekspektasi, biasanya model ini disebut rasio
harga-laba (P/E), atau pengganda laba (earning
multiplier). Dimana dapat dirumuskan sebagai berikut.
Earning Multiplier = Price/Earning Ratio
Dengan menggunakan model
diskonto dividen periode tak tentu akan menunjukkan variabel yang bisa
menentukan nilai rasio P/E dengan rumusan:
Dengan membagi kedua sisi
dengan laba ekspektasian selama 12 bulan berikutnya (E1), maka
diperoleh rumusan:
Dengan
demikian model rasio P/E dihitung dengan
1.
Rasio pembayaran dividen ekspektasi (The expected dividend payout ratio)
2.
Return yang disyaratkan (The expected require rate of return) atas
saham (k)
3.
Tingkat pertumbuhan ekspektasian dividen
(The expected growth rate of dividens for
the stock) yang dirumuskan dalam (g)
(Reilly
dkk, 2006: 381)
2)
The
Price/Cash Flow Ratio
Adapun rumusan yang digunakan adalah seperti
di bawah ini:
(Reilly
dkk, 2006: 381)
Dimana :
=
Rasio Price/Cash Flow bagi
perusahaan j
= Harga saham dalam periode t
= arus kas ekspektasian perlembar untuk
perusahaan j
3)
The
Price/Book Value Ratio
Adapun formula yang digunakan adalah sebagai berikut:
(Reilly dkk, 2006: 383)
Dimana :
=
Harga/ nilai buku saham j
= Harga saham dalam periode t
= arus kas ekspektasian per lembar saham
untuk perusahaan j
Sangat penting untuk
diperhatikan untuk membandingkan harga dengan angka nilai buku sekarang, atau
estimasikan nilai buku untuk tahun berikutnya. Selain itu metode The price/book value (P/BV) dapat
menderivasi suatu estimasi berdasarkan pada tingkat pertumbuhan historis untuk
seri waktu atau bisa juga menggunakan pertumbuhan yang diimplikasikan oleh
analisis pertumbuhan dengan pormula: g = (ROE) (Retention Rate) (Reilly dkk, 2006: 383-384).
4)
The
Price/Sales Ratio
Adapun formula yang digunakan adalah sebagai berikut:
(Reilly dkk, 2006: 384)
Dimana :
=
Harga/ rasio penjualan perusahaan j
=
Harga saham dalam periode t
= Arus kas ekspektasian perlembar untuk
perusahaan j smpai dengan tahun t
4.
Penggunaan Analisis Fundamental dan Analisis Teknikal
Kedua teori analisis
fundamental dan teknikal masing-masing memiliki pendukung yang
kuat. Pada dasarnya kedua analisis ini dapat secara efektif digunakan untuk membuat penilaian tentang perusahaan dan saham perusahaan
tersebut. Untuk
menghindari terjadinya kesalahan dalam pemilihan saham perusahaan yang tepat
analisis perlu dilakukan dengan melibatkan banyak indikator-indikator penting
sebagai pendukung. Dari sisi fundamental, beberapa faktor harus
dipertimbangkan kembali seperti
sejarah
perusahaan, hasil usaha,
kapitalisasi, sejarah dividen, dan modal kerja. Sedangkan pada sisi teknikal volatilitas, yang dinyatakan dengan rentang perdagangan
dan sejarah harga saham perlu menjadi pertimbangan.
Berdasarkan paparan teori-teori tersebut di atas, analisis
fundamental dan analisis teknikal memiliki beberapa perbedaan. Seperti yang
diungkapkan oleh Reilly and Brown (2002:365) terdapat enam variabel yang dapat membedakan kedua
analisis tersebut. Adapun variabel-variabel tersebut seperti yang terlihat pada
Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5:
Perbedaan Analisis
Fundamental dan Teknikal
No
|
Variabel
|
Analisis Fundamental
|
Analisis Teknikal
|
1)
|
Fokus
perhatian harga
|
Overvalued/undervalued
|
Timing (upward/
downward)
|
2)
|
Jangka
waktu investasi
|
Jangka
menengan dan panjang
|
Jangka
pendek
|
3)
|
Informasi
utama
|
Perusahaan
atau emiten
|
Psikologi
investor
|
4)
|
Motif
utama
|
Dividen
dan pertumbuhan
|
Capital gain
|
5)
|
Strategi
utama
|
Beli dan
simpan
|
Berpindah
|
6)
|
Karakterisitik
investor
|
Menabung
dan investasi
|
Perdagangan
dan institusional
|
Berdasarkan perbedaan dari kedua analisis tersebut, maka dapat
diketahui beberapa keunggulan dan kelemahan dari masing-masing analisis investasi
tersebut.
Beberapa keunggulan analisis fundamental sebagai berikut:
1)
Dapat meramalkan harga
dengan tepat (pada pasar yang sangat efisien atau setidaknya pasar yang semi
efisien).
2)
Mampu memberikan harga dasar
yang logis dalam mengambil keputusan investasi.
3)
Mampu memberikan gambaran
yang sangat jelas tentang operasional perusahaan.
4)
Analisis fundamental amat
berguna dalam menentukan arah jangka panjang
5)
Lebih mencerminkan keadaan yang sebenarnya
6)
Bisa menjelaskan lebih tepat mengenai alasan mengapa harga naik atau turun
7)
Mampu memberikan dasar yang logis dalam pengambilan keputusan investasi
Sedangkan keunggulan dari
analisis teknikal adalah sebagai berikut:
1)
Waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan analisis investasi lebih sedikit.
2)
Dapat mengakomodasi kebutuhan
dalam analisis yang sesuai dengan time
horizon dari masing-masing investor.
3)
Mampu memberikan gambaran
psikologis pasar.
4)
Memiliki daya fleksibilitas
dalam analisis yang sesuai dengan periode waktu yang diinginkan.
Beberapa kelemahan dari
analisis fundamental sebagai berikut:
1)
Butuh waktu untuk memperoleh
informasi.
2)
Seringkali bersifat
subyektif karena melibatkan banyak pendapat orang.
3)
Lebih cocok diterapkan pada long term period trading.
4)
Asumsi pasar efisien sulit diterapkan karena informasi dapat sempurna berdasarkan
atas kualitas dan waktu, tetapi tidak mungkin sama dalam persepsi. Fully effisien tidak mungkin terjadi, hanya economically
effisien (weak-form; semi-strong
form; dan strong-form).
5)
Sulit berfungsi pada pasar modal tidak efisien karena asumsi dasarnya
adalah pasar efisien
6)
Tidak dapat menggambarkan psikologi pasar dan investor saat itu
7)
Tidak fleksibel untuk menentukan periode waktu yang diinginkan
Sedangkan kelemahan dari analisis teknikal adalah sebagai berikut:
1)
Memerlukan banyak data time series untuk menunjang akuratnya
prediksi.
2)
Sangat bergantung pada
kemampuan chartist.
3)
Tiap chartist memiliki metode yang berlainan dan masing-masing belum
tentu cocok diterapkan satu sama lain.
4)
Melibatkan banyak orang
dengan ekspektasi yang berbeda.
Pada analisis fundamental dan teknikal waktu merupakan suatu faktor penentu
karena kebanyakan orang
mengidentifikasi membeli saham sebelum harganya mulai naik
adalah berdasarkan waktu karena investor dapat menentukan kapan atau apakah mereka harus menjual saham mereka.
spekulasi jangka pendek melibatkan waktu pada kedua sisi membeli dan menjual,
tetapi investor jangka panjang juga harus menyadari waktu dan mengidentifikasi
ketika terjadi
perubahan yang terus menerus untuk sinyal jual mereka.
Menurut Thomsett (2006:198), penggunaan analisis teknikal adalah
merupakan pelengkap dari hasil analisis fundamental.
1) Sinyal teknikal yang
melambat pada laju pertumbuhan harga, perubahan dalam rentang
perdagangan harga saham (baik penyempitan atau pelebaran), atau perubahan dalam volume perdagangan
harian. Hal ini tidak cukup untuk membuat keputusan untuk menjual semata-mata
atas dasar tren harga atau volume saham, begitu juga
sebaliknya.
2) Tren jangka pendek tidak dapat diandalkan sebagai dasar
untuk membuat keputusan, tetapi mungkin dapat berguna sebagai pendorong bagi penelitian yang mempergunakan
analisis fundamental.
3) Berdasarkan
premis bahwa harga berubah untuk alasan yang baik dan
keyakinan sementara bahwa harga jangka pendek bersifat tidak
tetap, sehingga
muncullah analisis teknikal untuk
alasan mendasar dalam pengambilan keputusan.
4) Analisis
fundamental dalam pendapatan, laba, dan kapitalisasi
tidak boleh diabaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Halim, Abdul.
(2005), Analisis Investasi, (Edisi Kedua), Jakarta: Salemba
Empat
Husnan, Suad,
& Enny Pudjiastuti. (1998), Dasar-Dasar
Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, (Edisi Pertama), Cetakan Kedua,
Yogyakarta: AMP YKPN.
http// www.belajarmarketiva.web.id,
Jogiyanto. (2003)
Teori
Portofolio dan Analisis Investasi. (Edisi Ketiga),
Yogyakarta: BPFE
Keowon, Arthur
J., David F. Scott, Jr., John D. Martin, & J. William Petty. (2000), Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, Buku II,
(Edisi Ketujuh), Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta: Salemba Empat.
Krikpatrick, C.
D. & Julie, R. D. (2006), Technical
Analysis: The Complate resource For Fainancial Market Technicans, USE:
Fainancial Timmes Press.
Krishamurti, C.
(2009), Investment Management (A Moderen
Guide to Security Analiysis and Stock Selection), Heidelberg: Springer.
Reilly, Frank
K., & Keith C. Brown. (2006), Investment
Analysis, and Portofolio Management, (Eight Edition), United States of
America: The Thompson Corporation.
Ross, Stephen
A., Randolph W. Westerfield, Jeffery Jaffe, & Bradford D. Jordan. (2008), Moderen Financial Management, (Eighth
Edition), New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Salim, I.
(2003), Analisis Teknikal Dalam
Perdagangan Saham, Jakarta: PT Elex media Komputindo.
Sharpe, William
F., Gordon J. Alexander, & Jeffery V. Bailey. (2005), Investasi, (Edisi Keenam), Jilid I, Edisi Bahasa Indonesia,
Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia.
Tambunan, Andy
Porman. (2007), Menilai Harga Wajar Saham.
Jakarta: Media Elex Komputindo.
Thomsett,
M. C. (1998), Masterin Fundamentals
Analysis, USA: Derbon Finance Publicing Inc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar