Selasa, 05 Juni 2012

Pelatihan Sumberdaya Manusia

1.    Pelatihan Sumberdaya Manusia
1.1.  Pengertian Pelatihan
Suatu pelatihan yang dilaksanakan, pada hakikatnya berorientasi atau memberikan penekanan pada tugas yang harus dilaksanakan oleh seorang karyawan, selain itu pelatihan juga menekankan kepada kemampuan, pengetahuan, keterampilan dan sikap karyawan.
Menurut Notoatmodjo (2009:16) ”Pelatihan merupakan upaya yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan atau keterampilan karyawan yang sudah menduduki suatu pekerjaan atau tugas tertentu.”
Sementara itu, dari Wexley dan Yulk dalam Mangkunegara (2003) memberikan penjelasan terhadap pengertian pelatihan, yaitu :
”Training and development are terms reffering to planned efforts designed facilitate the acquisition of relevant skill, knowledge and attituteds by organizational members.” Pelatihan dan pengembangan merupakan istilah-istilah yang berhubungan dengan usaha-usaha berencana, yang diselenggarakan untuk mencapai penguasaan skill, pengetahuan, dan sikap-sikap pegawai atau anggota organisasi” (Wexley dan Yulk dalam Mangkunegara, 2003:49).

Oleh Sikula dalam Mangkunegara (2009) menjelaskan bahwa :
Training is short-terns educational procces utilizing a systematic and organized procedure by which nonmanagerial personnel learn technical knowledge and skills for a definite purpose.” Artinya bahwa pelatihan (training) adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisasi, pegawai non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan yang terbatas” (Sikula dalam Mangkunegara, 2009:50).

Dari pengertian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pelatihan lebih ditujukan kepada pegawai operasional guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan prilaku dalam menunjang pencapaian tujuan organisasi.

1.2.  Tujuan Pelatihan
Menurut Notoatmodjo (2009:22) dalam bukunya yang berjudul ”Pengembangan Sumber Daya Manusia” menyatakan bahwa ”Terdapat dua macam tujuan pelatihan, yakni Tujuan umum merupakan rumusan tentang kemampuan umum yang akan dicapai oleh pelatihan tersebut dan Tujuan khusus merupakan rincian kemampuan yang dirumuskan dalam kemampuan khusus.”
Sementara itu, menurut Mangkunegara (2003:52) tujuan pelatihan antara lain :
a.    Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi
b.    Meningkatkan produktivitas kerja
c.    Meningkatkan kualitas kerja
d.   Meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia
e.    Meningkatkan sikap moral dan semangat kerja
f.     Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal
g.    Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja
h.    Menghindarkan keusangan (obsolescence)
i.      Meningkatkan perkembangan pribadi pegawai.




1.3.  Analisis Kebutuhan Pelatihan
GoldStein dan Buxton dalam Mangkunegara (2003:53) mengemukakan tiga analisis kebutuhan pelatihan, yaitu organizational analysis, job or task analysis, and person analysis.
1)   Analisis Organisasi. Menganalisis tujuan organisasi, sumber daya yang ada, dan lingkungan organisasi yang sesuai dengan kenyataan. Wexley dan Latham dalam Mangkunegara (2003:hal.53) mengemukakan bahwa dalam menganalisis organisasi perlu diperhatikan pertanyaan ”Where is training and development needed and where is it likely to be successful within an organization?” hal ini dapat dilakukan dengan cara mengadakan survei sikap pegawai terhadap kepuasan kerja, persepsi pegawai, dan sikap pegawai dalam administrasi. Di samping itu, analisis organisasi dapat menggunakan turnover, absensi, kartu pelatihan, daftar kemajuan pegawai, dan data perencanaan pegawai.
2)   Analisis Pekerjaan dan Tugas. Analisis pekerjaan dan tugas merupakan dasar untuk mengembangkan program job-training. Sebagaimana program pelatihan analisis job, dimaksudkkan untuk membantu pegawai meningkatkan pengetahuan, sikll, dan sikap terhadap suatu pekerjaan.
3)   Analisis Pegawai. Analisis pegawai difokuskan pada identifikasi khusus kebutuhan pelatihan bagi pegawai yang bekerja pada job-nya. Kebutuhan pelatihan pegawai dapat dianalisis secara individu maupun kelompok.

Sementara itu, oleh Notoatmodjo (2003:20) juga membagi tahapan analisis kebutuhan pelatihan menjadi tiga tahapan, diantaranya :
1)   Analisis Organisasi. Analisis Organisaasi pada hakikatnya menyangkut pertanyaan-pertanyaan di mana atau bagaimana di dalam organiasasi atau institusi ada personel yang memerlukan pelatihan. Setelah itu dipertimbangkan biaya, alat-alat, dan perlengkapan yang dipergunakan. Kemudian dilakukan analisis iklim organisasi, sebab hal ini akan berpengaruh terhadap keberhasilan suatu program pelatihan sebagai hasil dari analisis iklim organisasi dapat diketahui kebutuhan-kebutuhan pelatihan. Aspek lain dari analisis organisasi ialah penentuan berapa banyak karyawan yang perlu dilatih untuk tiap-tiap klasifikasi pekerjaan. Cara-cara untuk memperoleh informasi-informasi ini ialah melalui angket, wawancara atau pengamatan.
2)   Analisis Pekerjaan (Job Analysis). Analisis Pekerjaan antara lain menjawab pertanyaan, apa yang harus diajarkan atau diberikan dalam pelatihan agar para karyawan yang bersangkutan mampu melakukan pekerjaan secara efektif. Tujuan utama analisis tugas ialah untuk memperoleh informasi tentang :
a)    Tugas-tugas yang harus dilakukan oleh karyawan
b)   Tugas-tugas yang dilakukan pada saat itu
c)    Tugas-tugas yang seharusnya dilakukan, tetapi belum atau tidak dilakukan karyawan
d)   Sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan dengan baik, dan sebagainya.
3)   Analisis Pribadi. Analisis pribadi menjawab akan pertanyaan, siapa membutuhkan pelatihan dan pelatihan macam apa. Untuk hal ini diperlukan waktu untuk mengadakan diagnosis yang lengkap tentang masing-masing personel mengenai kemampuan-kemampuan mereka. Untuk memperoleh informasi ini dapat dilakukan melalui achievement test, observasi, dan wawancara.

1.4.  Metode Pelatihan
Menurut Notoatmodjo (2009:23), ”Metode pelatihan terbagi menjadi dua yaitu pelatihan di luar pekerjaan (off the job training) dan pelatihan di dalam pekerjaan (on the job training).”
(1) Pelatihan Di Luar Tugas (Off The Job Training)
Pelatihan dengan menggunakan metode off the job training ini berarti karyawan sebagai peserta pelatihan ke luar sementara dari pekerjaannya. Kemudian mengikuti pelatihan guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan menggunakan teknik-teknik belajar mengajar sebagaimana lazimnya.
Pada umumnya metode off the job training ini mempunyai dua macam teknik, yaitu teknik presentasi informasi dan teknik simulasi. Hal ini sebagaimana yang dirumuskan oleh Notoatmodjo (2009:24) yang memberikan penjelasan pada kedua macam teknik ini, bahwa :
”Teknik presentasi informasi ialah menyajikan informasi, yang tujuannya mengintroduksikan kemampuan, pengetahuan, sikap dan keterampilan baru kepada para peserta. Harapan akhir dari proses pengetahuan, sikap dan keterampilan perserta diadopsi oleh peserta dalam pekerjaannya nanti. Yang termasuk ke dalam teknik ini adalah :
1)   Ceramah biasa, dimana pengajar (pelatih) bertatap muka langsung dengan peserta dan peserta pelatihan pasif mendengarkan
2)   Teknik diskusi, dimana informasi yang akan disajikan disusun dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan atau tugas-tugas yang harus dibahas dan didiskusikan oleh para peserta aktif.
3)   Teknik permodelan perilaku (behavior modeling), ialah salah satu cara mempelajari atau meniru tindakan (perilaku) dengan mengobservasi dan meniru model-model. Biasanya model-model perilaku yang harus diobservasi dan ditiru diproyeksikan dalam video.
4)   Teknik magang adalah pengiriman karyawan dari suatu organisasi ke badan-badan atau organisasi lain yang dianggap lebih maju, baik secara kelompok maupun perorangan.

Sedangkan simulasi adalah suatu peniruan karakteristik atau perilaku tertentu dari dunia riil sedemikian rupa, sehingga para peserta pelatihan dapat merealisasikan seperti keadaan sebenarnya. Dengan demikian, maka apabila para peserta pelatihan kembali ke tempat pekerjaan semula akan mampu melakukan pekerjaan yang disimulasikan tersebut. Metode-metode simulasi ini mencakup :
1)   Studi kasus (case study),  di mana para peserta pelatihan diberikan suatu studi kasus, kemudian dipelajari dan didiskusikan antara para peserta pelatihan. Metode ini sangat cocok untuk para peserta manajer dan administrator yang akan mengembangkan keterampilan dalam memecahkan masalah-masalah.
2)   Permainan peran (role playing). Dalam cara ini para peserta diminta untuk memainkan (berperan), bagian-bagian dari berbagai karakter (watak) dalam kasus. Para peserta diminta untuk membayangkan diri sendiri tentang tindakan (peranan) tertentu yang diciptakan bagi mereka oleh pelatih. Peserta harus mengambil alih peranan dan sikap-sikap dari orang-orang yang ditokohkan itu.
3)   Teknik di dalam keranjang (in basket). Metode ini dilakukan dengan memberi bermacam-macam persoalan kepada para peserta pelatihan. Dengan kata lain, peserta pelatihan diberi suatu ”Basket” atau keranjang yang penuh dengan bermacam-macam persoalan yang harus diatasi.

(2) Pelatihan Di Dalam Tugas (On The Job Training)
Pelatihan ini berbentuk penugasan-penugasan pegawai-pegawai di bawah bimbingan supervisor yang telah berpengalaman (pegawai senior). Para pegawai senior yang bertugas untuk membimbing pegawai baru diharapkan memperlihatkan contoh-contoh pekerjaan yang baik, dan memperlihatkan penanganan suatu pekerjaan yang jelas dan konkret, yang akan dikerjakan oleh pegawai baru tersebut segera setelah pelatihan berakhir.
Oleh Notoatmodjo (2009:26) menjelaskan beberapa keuntungan yang diperoleh dari penerapan metode on the job training antara lain :
1)   sangat ekonomis, karena tidak perlu membiayai para trainers dan trainee, tidak perlu menyediakan peralatan dan ruang khusus
2)   Para trainee sekaligus berada dalam situasi kerja yang aktual dan konkret.
3)   Memberikan praktek aktif bagi para trinee terhadap pengetahuan yang dipelajari.
4)   Para trainee belajar sambil berbuat atau bekerja dan dengan segera dapat mengetahui apakah yang dikerjakan itu benar atau salah.

Menurut Mangkunegara (2003:62) ”Hampir 90 persen dari pengetahuan pekerjaan diperoleh melalui metode on the job training. Prosedur metode ini infomal, observasi sederhana dan mudah serta praktis.”
Hal ini mengindikasikan bahwa pegawai baru hanya mengamati pekerjan lain yang sedang dikerjakan oleh pegawai lama sebagai supervisor yang memberikan pelatihan, dan kemudian mengobservasi perilakunya. Sehingga memberikan pengetahuan secara praktis akan pekerjaan dan tanggung jawab yang akan diemban. Selain itu, terlihat bahwa aspek lain dari on the job training adalah lebih formal dalam formatnya.

1.5.  Evaluasi Pelatihan
McCormick dalam Mangkunegara (2003) mengemukakan bahwa :
”As Goldstein and Buxton point out, the evaluation of training centers arround two interacting concerns : 1) The establishment of measures of succes (criteria); and 2) The experimental designs used in the evaluation.” Goldstein dan Buxton berpendapat bahwa evaluasi pelatihan dapat didasarkan pada kriteria (pedoman dari ukuran kesuksesan) dan rancangan percobaan” (McCormick dalam Mangkunegara, 2003:69)

Sedangkan menurut Mangkunegara (2003:69) ”Kriteria dalam evaluasi pelatihan yang dapat digunakan sebagai pedoman dari ukuran kesuksesan pelatihan, yaitu kriteria pendapat, kriteria belajar, kriteria perilaku, dan Kriteria Hasil.”
1)    Kriteria Pendapat. Kriteria ini didasarkan pada pendapat peserta pelatihan mengenai program pelatihan yang telah dilakukan. Hal ini dapat diungkapkan dengan menggunakan kuesioner mengenai pelaksanaan pelatihan. Bagaimana pendapat peserta mengenai materi yang diberikan, pelatih, metode yang digunakan, dan situasi pelatihan.
2)    Kriteria Belajar. Kriteria belajar dapat diperoleh dengan menggunakan tes pengetahuan, tes keterampilan yang mengukur skill, dan kemampuan peserta.
3)    Kriteria Perilaku. Kriteria perilaku dapat diperoleh dengan menggunakan tes keterampilan kerja. Sejauh mana ada perubahan perilaku peserta sebelum pelatihan dan setelah pelatihan.
4)    Kriteria Hasil. Kriteria hasil dapat dihubungkan dengan hasil yang diperoleh seperti menekan turnover, berkurangnya tingkat absen, meningkatnya produktivitas, meningkatnya penjualan, dan meningkatnya kualitas kerja dan produksi (Mangkunegara 2003:69).


DAFTAR PUSTAKA

1.        Barthos,  Basir. 1990. Manajemen Sumber Daya Manusia Suatu Pendekatan Makro. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

2.        Dessler, Gary. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jogjakarta : Gramedia.

3.        Ekawati, Dian. 2003. Pengaruh Pelatihan Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Dinas Luar Pada AJB Bumi Putera 1912 Rayon Muda Selong. Skripsi. Mataram : Fakultas Ekonomi Universitas Mataram.

4.        Mangkunegara, Anwar Prabu. 2003. Perencanaan & Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung : PT Refika Aditama.

5.        Manullang  dan Marihot Manullang. 1998. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : BPFE.

6.        Notoatmodjo, Soekidjo. 2009. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

2 komentar:

  1. Apakah didalam buku notoadmodjo terdapat indikator tentang sumber daya sumber daya manusia ??

    BalasHapus
  2. Apakah didalam buku notoadmodjo terdapat indikator tentang sumber daya sumber daya manusia ??

    BalasHapus