1.
Pelatihan Sumberdaya Manusia
1.1. Pengertian
Pelatihan
Suatu pelatihan yang dilaksanakan, pada hakikatnya
berorientasi atau memberikan penekanan pada tugas yang harus dilaksanakan oleh
seorang karyawan, selain itu pelatihan juga menekankan kepada kemampuan,
pengetahuan, keterampilan dan sikap karyawan.
Menurut Notoatmodjo (2009:16) ”Pelatihan merupakan upaya
yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan atau keterampilan karyawan yang
sudah menduduki suatu pekerjaan atau tugas tertentu.”
Sementara itu, dari Wexley dan Yulk dalam Mangkunegara
(2003) memberikan penjelasan terhadap pengertian pelatihan, yaitu :
”Training and development are terms reffering to
planned efforts designed facilitate the acquisition of relevant skill,
knowledge and attituteds by organizational members.” Pelatihan dan
pengembangan merupakan istilah-istilah yang berhubungan dengan usaha-usaha
berencana, yang diselenggarakan untuk mencapai penguasaan skill, pengetahuan,
dan sikap-sikap pegawai atau anggota organisasi” (Wexley dan Yulk dalam
Mangkunegara, 2003:49).
Oleh Sikula dalam Mangkunegara (2009) menjelaskan bahwa :
”Training is short-terns educational procces
utilizing a systematic and organized procedure by which nonmanagerial personnel
learn technical knowledge and skills for a definite purpose.” Artinya bahwa
pelatihan (training) adalah suatu
proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan
terorganisasi, pegawai non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan
teknis dalam tujuan yang terbatas” (Sikula dalam Mangkunegara, 2009:50).
Dari pengertian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa
pelatihan lebih ditujukan kepada pegawai operasional guna meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan prilaku dalam menunjang pencapaian tujuan
organisasi.
1.2. Tujuan
Pelatihan
Menurut Notoatmodjo (2009:22) dalam bukunya yang berjudul
”Pengembangan Sumber Daya Manusia” menyatakan bahwa ”Terdapat dua macam tujuan
pelatihan, yakni Tujuan umum merupakan rumusan tentang kemampuan umum yang akan
dicapai oleh pelatihan tersebut dan Tujuan khusus merupakan rincian kemampuan
yang dirumuskan dalam kemampuan khusus.”
Sementara itu, menurut Mangkunegara (2003:52) tujuan
pelatihan antara lain :
a.
Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi
b.
Meningkatkan produktivitas kerja
c.
Meningkatkan kualitas kerja
d.
Meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya
manusia
e.
Meningkatkan sikap moral dan semangat kerja
f.
Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu
berprestasi secara maksimal
g.
Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja
h.
Menghindarkan keusangan (obsolescence)
i.
Meningkatkan perkembangan pribadi pegawai.
1.3. Analisis Kebutuhan
Pelatihan
GoldStein dan Buxton dalam Mangkunegara (2003:53)
mengemukakan tiga analisis kebutuhan pelatihan, yaitu organizational analysis, job or task analysis, and person analysis.
1)
Analisis Organisasi. Menganalisis tujuan
organisasi, sumber daya yang ada, dan lingkungan organisasi yang sesuai dengan
kenyataan. Wexley dan Latham dalam Mangkunegara (2003:hal.53) mengemukakan
bahwa dalam menganalisis organisasi perlu diperhatikan pertanyaan ”Where is training and development needed
and where is it likely to be successful within an organization?” hal ini
dapat dilakukan dengan cara mengadakan survei sikap pegawai terhadap kepuasan
kerja, persepsi pegawai, dan sikap pegawai dalam administrasi. Di samping itu,
analisis organisasi dapat menggunakan turnover, absensi, kartu pelatihan,
daftar kemajuan pegawai, dan data perencanaan pegawai.
2)
Analisis Pekerjaan dan Tugas. Analisis pekerjaan
dan tugas merupakan dasar untuk mengembangkan program job-training. Sebagaimana program pelatihan analisis job, dimaksudkkan
untuk membantu pegawai meningkatkan pengetahuan, sikll, dan sikap terhadap suatu pekerjaan.
3)
Analisis Pegawai. Analisis pegawai difokuskan pada
identifikasi khusus kebutuhan pelatihan bagi pegawai yang bekerja pada job-nya. Kebutuhan pelatihan pegawai dapat
dianalisis secara individu maupun kelompok.
Sementara itu, oleh Notoatmodjo (2003:20) juga membagi
tahapan analisis kebutuhan pelatihan menjadi tiga tahapan, diantaranya :
1)
Analisis Organisasi. Analisis Organisaasi pada
hakikatnya menyangkut pertanyaan-pertanyaan di mana atau bagaimana di dalam
organiasasi atau institusi ada personel yang memerlukan pelatihan. Setelah itu
dipertimbangkan biaya, alat-alat, dan perlengkapan yang dipergunakan. Kemudian
dilakukan analisis iklim organisasi, sebab hal ini akan berpengaruh terhadap
keberhasilan suatu program pelatihan sebagai hasil dari analisis iklim
organisasi dapat diketahui kebutuhan-kebutuhan pelatihan. Aspek lain dari
analisis organisasi ialah penentuan berapa banyak karyawan yang perlu dilatih untuk
tiap-tiap klasifikasi pekerjaan. Cara-cara untuk memperoleh informasi-informasi
ini ialah melalui angket, wawancara atau pengamatan.
2)
Analisis Pekerjaan (Job Analysis). Analisis Pekerjaan antara lain menjawab pertanyaan,
apa yang harus diajarkan atau diberikan dalam pelatihan agar para karyawan yang
bersangkutan mampu melakukan pekerjaan secara efektif. Tujuan utama analisis
tugas ialah untuk memperoleh informasi tentang :
a)
Tugas-tugas yang harus dilakukan oleh karyawan
b)
Tugas-tugas yang dilakukan pada saat itu
c)
Tugas-tugas yang seharusnya dilakukan, tetapi belum
atau tidak dilakukan karyawan
d)
Sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
diperlukan untuk melakukan pekerjaan dengan baik, dan sebagainya.
3)
Analisis Pribadi. Analisis pribadi menjawab akan
pertanyaan, siapa membutuhkan pelatihan dan pelatihan macam apa. Untuk hal ini
diperlukan waktu untuk mengadakan diagnosis yang lengkap tentang masing-masing
personel mengenai kemampuan-kemampuan mereka. Untuk memperoleh informasi ini
dapat dilakukan melalui achievement test,
observasi, dan wawancara.
1.4. Metode
Pelatihan
Menurut Notoatmodjo (2009:23), ”Metode pelatihan terbagi
menjadi dua yaitu pelatihan di luar pekerjaan (off the job training) dan pelatihan di dalam pekerjaan (on the job training).”
(1) Pelatihan
Di Luar Tugas (Off The Job Training)
Pelatihan dengan menggunakan metode off the job training ini berarti karyawan sebagai peserta pelatihan
ke luar sementara dari pekerjaannya. Kemudian mengikuti pelatihan guna
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan menggunakan teknik-teknik
belajar mengajar sebagaimana lazimnya.
Pada umumnya metode off
the job training ini mempunyai dua macam teknik, yaitu teknik presentasi
informasi dan teknik simulasi. Hal ini sebagaimana yang dirumuskan oleh
Notoatmodjo (2009:24) yang memberikan penjelasan pada kedua macam teknik ini,
bahwa :
”Teknik presentasi
informasi ialah menyajikan informasi, yang tujuannya mengintroduksikan
kemampuan, pengetahuan, sikap dan keterampilan baru kepada para peserta.
Harapan akhir dari proses pengetahuan, sikap dan keterampilan perserta diadopsi
oleh peserta dalam pekerjaannya nanti. Yang termasuk ke dalam teknik ini adalah
:
1)
Ceramah biasa, dimana pengajar (pelatih) bertatap
muka langsung dengan peserta dan peserta pelatihan pasif mendengarkan
2)
Teknik diskusi, dimana informasi yang akan
disajikan disusun dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan atau tugas-tugas yang
harus dibahas dan didiskusikan oleh para peserta aktif.
3)
Teknik permodelan perilaku (behavior modeling), ialah salah satu cara mempelajari atau meniru
tindakan (perilaku) dengan mengobservasi dan meniru model-model. Biasanya
model-model perilaku yang harus diobservasi dan ditiru diproyeksikan dalam video.
4)
Teknik magang adalah pengiriman karyawan dari suatu
organisasi ke badan-badan atau organisasi lain yang dianggap lebih maju, baik
secara kelompok maupun perorangan.
Sedangkan
simulasi adalah suatu peniruan karakteristik atau perilaku tertentu dari dunia
riil sedemikian rupa, sehingga para peserta pelatihan dapat merealisasikan
seperti keadaan sebenarnya. Dengan demikian, maka apabila para peserta
pelatihan kembali ke tempat pekerjaan semula akan mampu melakukan pekerjaan
yang disimulasikan tersebut. Metode-metode simulasi ini mencakup :
1)
Studi kasus (case
study), di mana para peserta pelatihan
diberikan suatu studi kasus, kemudian dipelajari dan didiskusikan antara para
peserta pelatihan. Metode ini sangat cocok untuk para peserta manajer dan
administrator yang akan mengembangkan keterampilan dalam memecahkan
masalah-masalah.
2)
Permainan peran (role
playing). Dalam cara ini para peserta diminta untuk memainkan (berperan),
bagian-bagian dari berbagai karakter (watak) dalam kasus. Para peserta diminta
untuk membayangkan diri sendiri tentang tindakan (peranan) tertentu yang
diciptakan bagi mereka oleh pelatih. Peserta harus mengambil alih peranan dan
sikap-sikap dari orang-orang yang ditokohkan itu.
3)
Teknik di dalam keranjang (in basket). Metode ini dilakukan dengan memberi bermacam-macam
persoalan kepada para peserta pelatihan. Dengan kata lain, peserta pelatihan
diberi suatu ”Basket” atau keranjang
yang penuh dengan bermacam-macam persoalan yang harus diatasi.
(2) Pelatihan
Di Dalam Tugas (On The Job Training)
Pelatihan ini berbentuk penugasan-penugasan
pegawai-pegawai di bawah bimbingan supervisor yang telah berpengalaman (pegawai
senior). Para pegawai senior yang bertugas untuk membimbing pegawai baru
diharapkan memperlihatkan contoh-contoh pekerjaan yang baik, dan memperlihatkan
penanganan suatu pekerjaan yang jelas dan konkret, yang akan dikerjakan oleh
pegawai baru tersebut segera setelah pelatihan berakhir.
Oleh Notoatmodjo (2009:26) menjelaskan beberapa keuntungan
yang diperoleh dari penerapan metode on
the job training antara lain :
1)
sangat ekonomis, karena tidak perlu membiayai para trainers dan trainee, tidak perlu menyediakan peralatan dan ruang khusus
2)
Para trainee sekaligus
berada dalam situasi kerja yang aktual dan konkret.
3)
Memberikan praktek aktif bagi para trinee terhadap pengetahuan yang
dipelajari.
4)
Para trainee belajar
sambil berbuat atau bekerja dan dengan segera dapat mengetahui apakah yang
dikerjakan itu benar atau salah.
Menurut Mangkunegara (2003:62) ”Hampir 90 persen dari
pengetahuan pekerjaan diperoleh melalui metode on the job training. Prosedur metode ini infomal, observasi
sederhana dan mudah serta praktis.”
Hal ini mengindikasikan bahwa pegawai baru hanya mengamati
pekerjan lain yang sedang dikerjakan oleh pegawai lama sebagai supervisor yang
memberikan pelatihan, dan kemudian mengobservasi perilakunya. Sehingga
memberikan pengetahuan secara praktis akan pekerjaan dan tanggung jawab yang
akan diemban. Selain itu, terlihat bahwa aspek lain dari on the job training adalah lebih formal dalam formatnya.
1.5. Evaluasi Pelatihan
McCormick dalam Mangkunegara (2003) mengemukakan bahwa :
”As Goldstein and Buxton point out, the evaluation
of training centers arround two interacting concerns : 1) The establishment of
measures of succes (criteria); and 2) The experimental designs used in the
evaluation.” Goldstein dan Buxton berpendapat bahwa evaluasi pelatihan
dapat didasarkan pada kriteria (pedoman dari ukuran kesuksesan) dan rancangan
percobaan” (McCormick dalam Mangkunegara, 2003:69)
Sedangkan menurut Mangkunegara (2003:69) ”Kriteria dalam
evaluasi pelatihan yang dapat digunakan sebagai pedoman dari ukuran kesuksesan
pelatihan, yaitu kriteria pendapat, kriteria belajar, kriteria perilaku, dan
Kriteria Hasil.”
1)
Kriteria Pendapat. Kriteria ini didasarkan pada
pendapat peserta pelatihan mengenai program pelatihan yang telah dilakukan. Hal
ini dapat diungkapkan dengan menggunakan kuesioner mengenai pelaksanaan
pelatihan. Bagaimana pendapat peserta mengenai materi yang diberikan, pelatih,
metode yang digunakan, dan situasi pelatihan.
2)
Kriteria Belajar. Kriteria belajar dapat diperoleh
dengan menggunakan tes pengetahuan, tes keterampilan yang mengukur skill, dan kemampuan peserta.
3)
Kriteria Perilaku. Kriteria perilaku dapat
diperoleh dengan menggunakan tes keterampilan kerja. Sejauh mana ada perubahan
perilaku peserta sebelum pelatihan dan setelah pelatihan.
4)
Kriteria Hasil. Kriteria hasil dapat dihubungkan
dengan hasil yang diperoleh seperti menekan turnover,
berkurangnya tingkat absen, meningkatnya produktivitas, meningkatnya
penjualan, dan meningkatnya kualitas kerja dan produksi (Mangkunegara 2003:69).
DAFTAR PUSTAKA
1.
Barthos,
Basir. 1990. Manajemen Sumber Daya Manusia Suatu Pendekatan Makro.
Jakarta : PT. Bumi Aksara.
2.
Dessler, Gary. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jogjakarta : Gramedia.
3.
Ekawati, Dian. 2003. Pengaruh Pelatihan Terhadap
Produktivitas Kerja Karyawan Dinas Luar Pada AJB Bumi Putera 1912 Rayon Muda
Selong. Skripsi. Mataram : Fakultas Ekonomi Universitas Mataram.
4.
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2003. Perencanaan &
Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung : PT Refika Aditama.
5.
Manullang dan Marihot
Manullang. 1998. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : BPFE.
6.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2009. Pengembangan Sumber
Daya Manusia. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Apakah didalam buku notoadmodjo terdapat indikator tentang sumber daya sumber daya manusia ??
BalasHapusApakah didalam buku notoadmodjo terdapat indikator tentang sumber daya sumber daya manusia ??
BalasHapus