Sabtu, 16 Juni 2012

KEEFEKTIFAN IKLAN


KEEFEKTIFAN IKLAN
Setiap tahun bahkan tiap lauching produk baru perusahaan menghabiskan ratusan juta bahkan milyaran rupiah untuk pengeluaran biaya iklan. Kondisi persaingan yang semakin ketat membuat biaya ini bertamba tiap tahunnya. Perusahaan berlomba-lomba membuat iklan untuk membangun posisi yang menguntungkan di pasar. Tapi sayang tidak banyak perusahaan yang membuat evaluasi mengenai effektifitas kegiatan promosinya melalui iklan secara tepat. Padahal evaluasi ini penting untuk mengetahui apakah iklan kita berhasil mencapai tujuan yang telah dibuat semula. Apabila iklan dianggap kurang bisa mencapai target, perusahaan bisa membuat antisipasi untuk melakukan perbaikan.
Effektif tidaknya suatu iklan tergantung pada pencapaian tujuan pembuatan iklan itu sendiri. Tujuan iklan sendiri ada beberapa tingkat seperti yang di gambarkan dalam model AIDA. Tujuan yang pertama dan paling mudah dicapai adalah mendapat perhatian (Attention) dari konsumen. Apabila iklan ditujukan untuk mendapatkan perhatian, effektifitasnya bisa dilihat dari seberapa banyak orang yang tahu tentang brand yang diiklankan. Tujuan yang kedua adalah menarik minat (Interest) konsumen terhadap brand. Dengan kata lain merangsang konsumen untuk membuat penialain atau image yang positif tentang brand yang bersangkutan. Pada konteks ini effektifitas iklan bisa diukur dari sejauh mana image konsumen berubah terhadap brand setelah iklan dipublikasikan. Tujuan ketiga dari iklan adalah menumbuhkan keinginan (Desire) di hati konsumen untuk membeli brand. Apabila tujuan ini yang dipakai, seberapa banyak konsumen yang mempunyai keinginan untuk membeli brand yang diiklankan menjadi tolok ukur effektifitas iklan. Tujuan iklan yang terakhir adalah merangsang konsumen untuk membeli (Action) brand yang diiklankan. Effektifitas iklan diukur dengan cara melihat perubahan penjualan setelah iklan beredar.
Dari keempat tujuan diatas, effetifitas iklan relatif lebih mudah diukur untuk kasus tiga tujuan pertama. Perusahaan bisa meminta bantuan perusahaan riset untuk menyelidiki sejauh mana konsumen tahu tentang brand mereka atau bagaimana kosumen membentuk image brand mereka. Tapi untuk mengukur apakah iklan telah meningkatkan penjualan, masalahnya menjadi tidak semudah pengukuran pada ketiga tujuan pertama. Sedikitnya ada dua alasan yang membuat sulitnya pengukuran ini. Pertama, untuk mengukur pengaruh iklan terhadap penjualan dibutuhkan data penjualan, data eksposure iklan dengan konsumen, dan data tentang promosi di toko (single source data). Di beberapa negara maju memang ada perusahaan riset yang mengumpulkan data seperti ini, tapi masih terbatas pada produk consumer goods. Alasan yang kedua adalah, biasanya pengaruh iklan terhadap penjualan tidak langsung muncul pada masa penayangan iklan. Ada time lag antara waktu penayangan dan perubahan penjualan. Ada kalanya pengaruh iklan bisa muncul setelah beberapa bulan iklan itu ditayangkan, dan effeknya bisa terus aktif walaupun setelah penayangan diberhentukan.
Para peneliti sudah sejak lama mencoba mengukur pengaruh iklan terhadap penjualan. Misalnya dua peneliti, Ackoff dan Emshoff, melakukan eksperimen dengan melakukan penayangan iklan dengan level intensitas dan media yang berbeda-beda di beberapa tempat di Amerika sekita empat puluh tahun yang lalu. Pada tahun 1982, Aaker dan Carman, membuat eksperimen dengan menggunakan metode Split Cabel Test. Dengan cara ini, mereka mengatur level penayangan iklan di TV kabel. Mereka juga mengumpulkan data histori pembelian (panel data) target sampel untuk melihat perubahan pola pembelian mereka setelah melihat iklan. Mereka kemudian mencoba mengukur pengaruh iklan dengan cara membandingkan jumlah pembelian target sampel yang mendapat penayangan iklan yang berbeda-beda. Dalam eksperimen lain, Lodish menemukan bahwa untuk produk yang sudah establish, hanya 33% saja yang menunjukan kenaikan penjualan lewat iklan. Untuk produk-produk baru, sekitar 55% yang meningkat penjualannya.
Dari beberapa penelitian, termasuk penelitian yang disebutkan di atas, effektifitas iklan dalam meningkatkan penjualan sepertinya tidak seperti apa yang diharapkan. Dengan kata lain, penjualan tidak akan meningkat dengan hanya menambah jumlah penayangan iklan. Tapi effektifitas iklan bisa ditingkatkan dengan cara merubah isi, media, dan target konsumen. Dalam kasus iklan yang berhasil meningkatkan penjualan, biasanya pengaruhnya akan muncul setelah jangka waktu tertentu, dan pengaruhnya akan berkurang sedikit demi sedikit seiring dengan waktu. Dari beberapa penelitian juga diketahui bahwa iklan lebih effektif untuk produk-produk baru daripada produk-produk yang sudah lama ada di pasar. Penjualan tidak akan banyak mendapat pengaruh walaupun secara tiba-tiba perusahaan menghentikan penayanangan iklan. Terakhir, pengaruh harga terhadap penjualan jauh lebih besar dari pada pengaruh iklan. Dalam suatu penelitian, diketahui bahwa pengaruh harga adalah 20 kali lipat daripada pengaruh iklan secara rata-rata.
Walaupun pengaruh iklan terhadap penjualan jauh dari apa yang diharapkan, tapi mengapa perusahaan masih saja terus menambah pengeluaran biaya iklannya. Apakah tidak sebaiknya pengeluaran itu dialokasikan untuk kegiatan marketing lainnya yang lebih effektif. Di bawah ini ada beberapa alasan mengapa perusahaan cenderung untuk mempertahankan atau menambah pengeluarannya untuk iklan.
1. Kurang memadainya copy test yang dilakukan sebelum peluncuran iklan. Copy test dilakukan untuk mengurangi resiko kegagalan iklan. Tapi karena biasanya memakan waktu dan biaya yang cukup banyak, perusahaan cenderung melewati tahap ini.
2. Sistem komisi agen iklan. Apabila perusahaan meminta agen iklan dalam pembuatannya, agen akan cenderung berusaha menambah penayangan iklan tersebut karena komisi yang mereka dapat tergantung dari jumlah penayangan juga. Akibatnya agen lebih termotivasi untuk menambah jumlah penayangan daripada memperhatikan pengaruh iklan terhadap penjualan.
3. Perusahaan merasa takut market share-nya diambil oleh kompetitor yang gencar menayangkan iklan.
4. Proses penentuan anggaran iklan dilakukan dengan cara yang tradisional, misalnya dengan menentukan berapa persen dari penjualan untuk anggaran iklan. Akibatnya keputusan tentang anggaran tidak didasarkan pada effektifitas iklan itu sendiri.
Dalam posting ini saya tidak bermaksud menyarankan perusahaan untuk mengurangi anggaran iklannya. Saya hanya ingin menyarankan agar perusahaan membangun sistem evaluasi effektifitas iklan yang akurat. Apabila perusahaan bisa membangun sistem ini, ratusan juta atau milyaran rupiah tidak akan hilang secara percuma
« Last Edit: 26 March 2008, 04:37:15 PM by cempaka »
15/04/2011
9.12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar