KEEFEKTIFAN IKLAN
Setiap tahun bahkan tiap
lauching produk baru perusahaan menghabiskan ratusan juta bahkan milyaran
rupiah untuk pengeluaran biaya iklan. Kondisi persaingan yang semakin ketat
membuat biaya ini bertamba tiap tahunnya. Perusahaan berlomba-lomba membuat iklan
untuk membangun posisi yang menguntungkan di pasar. Tapi sayang tidak banyak
perusahaan yang membuat evaluasi mengenai effektifitas kegiatan promosinya
melalui iklan secara tepat. Padahal evaluasi ini penting untuk mengetahui
apakah iklan kita berhasil mencapai tujuan yang telah dibuat semula. Apabila
iklan dianggap kurang bisa mencapai target, perusahaan bisa membuat antisipasi
untuk melakukan perbaikan.
Effektif tidaknya suatu
iklan tergantung pada pencapaian tujuan pembuatan iklan itu sendiri. Tujuan iklan
sendiri ada beberapa tingkat seperti yang di gambarkan dalam model AIDA. Tujuan
yang pertama dan paling mudah dicapai adalah mendapat perhatian (Attention)
dari konsumen. Apabila iklan ditujukan untuk mendapatkan perhatian,
effektifitasnya bisa dilihat dari seberapa banyak orang yang tahu tentang brand
yang diiklankan. Tujuan yang kedua adalah menarik minat (Interest) konsumen
terhadap brand. Dengan kata lain merangsang konsumen untuk membuat penialain
atau image yang positif tentang brand yang bersangkutan. Pada konteks ini
effektifitas iklan bisa diukur dari sejauh mana image konsumen berubah terhadap
brand setelah iklan dipublikasikan. Tujuan ketiga dari iklan adalah menumbuhkan
keinginan (Desire) di hati konsumen untuk membeli brand. Apabila tujuan ini
yang dipakai, seberapa banyak konsumen yang mempunyai keinginan untuk membeli
brand yang diiklankan menjadi tolok ukur effektifitas iklan. Tujuan iklan yang
terakhir adalah merangsang konsumen untuk membeli (Action) brand yang
diiklankan. Effektifitas iklan diukur dengan cara melihat perubahan penjualan
setelah iklan beredar.
Dari keempat tujuan
diatas, effetifitas iklan relatif lebih mudah diukur untuk kasus tiga tujuan
pertama. Perusahaan bisa meminta bantuan perusahaan riset untuk menyelidiki
sejauh mana konsumen tahu tentang brand mereka atau bagaimana kosumen membentuk
image brand mereka. Tapi untuk mengukur apakah iklan telah meningkatkan
penjualan, masalahnya menjadi tidak semudah pengukuran pada ketiga tujuan
pertama. Sedikitnya ada dua alasan yang membuat sulitnya pengukuran ini.
Pertama, untuk mengukur pengaruh iklan terhadap penjualan dibutuhkan data
penjualan, data eksposure iklan dengan konsumen, dan data tentang promosi di
toko (single source data). Di beberapa negara maju memang ada perusahaan riset
yang mengumpulkan data seperti ini, tapi masih terbatas pada produk consumer
goods. Alasan yang kedua adalah, biasanya pengaruh iklan terhadap penjualan
tidak langsung muncul pada masa penayangan iklan. Ada time lag antara waktu
penayangan dan perubahan penjualan. Ada kalanya pengaruh iklan bisa muncul
setelah beberapa bulan iklan itu ditayangkan, dan effeknya bisa terus aktif
walaupun setelah penayangan diberhentukan.
Para peneliti sudah sejak
lama mencoba mengukur pengaruh iklan terhadap penjualan. Misalnya dua peneliti,
Ackoff dan Emshoff, melakukan eksperimen dengan melakukan penayangan iklan
dengan level intensitas dan media yang berbeda-beda di beberapa tempat di
Amerika sekita empat puluh tahun yang lalu. Pada tahun 1982, Aaker dan Carman, membuat
eksperimen dengan menggunakan metode Split Cabel Test. Dengan cara ini, mereka
mengatur level penayangan iklan di TV kabel. Mereka juga mengumpulkan data
histori pembelian (panel data) target sampel untuk melihat perubahan pola
pembelian mereka setelah melihat iklan. Mereka kemudian mencoba mengukur
pengaruh iklan dengan cara membandingkan jumlah pembelian target sampel yang
mendapat penayangan iklan yang berbeda-beda. Dalam eksperimen lain, Lodish
menemukan bahwa untuk produk yang sudah establish, hanya 33% saja yang
menunjukan kenaikan penjualan lewat iklan. Untuk produk-produk baru, sekitar
55% yang meningkat penjualannya.
Dari beberapa penelitian,
termasuk penelitian yang disebutkan di atas, effektifitas iklan dalam
meningkatkan penjualan sepertinya tidak seperti apa yang diharapkan. Dengan
kata lain, penjualan tidak akan meningkat dengan hanya menambah jumlah
penayangan iklan. Tapi effektifitas iklan bisa ditingkatkan dengan cara merubah
isi, media, dan target konsumen. Dalam kasus iklan yang berhasil meningkatkan
penjualan, biasanya pengaruhnya akan muncul setelah jangka waktu tertentu, dan
pengaruhnya akan berkurang sedikit demi sedikit seiring dengan waktu. Dari
beberapa penelitian juga diketahui bahwa iklan lebih effektif untuk
produk-produk baru daripada produk-produk yang sudah lama ada di pasar.
Penjualan tidak akan banyak mendapat pengaruh walaupun secara tiba-tiba
perusahaan menghentikan penayanangan iklan. Terakhir, pengaruh harga terhadap
penjualan jauh lebih besar dari pada pengaruh iklan. Dalam suatu penelitian,
diketahui bahwa pengaruh harga adalah 20 kali lipat daripada pengaruh iklan
secara rata-rata.
Walaupun pengaruh iklan
terhadap penjualan jauh dari apa yang diharapkan, tapi mengapa perusahaan masih
saja terus menambah pengeluaran biaya iklannya. Apakah tidak sebaiknya
pengeluaran itu dialokasikan untuk kegiatan marketing lainnya yang lebih
effektif. Di bawah ini ada beberapa alasan mengapa perusahaan cenderung untuk
mempertahankan atau menambah pengeluarannya untuk iklan.
1. Kurang memadainya copy
test yang dilakukan sebelum peluncuran iklan. Copy test dilakukan untuk
mengurangi resiko kegagalan iklan. Tapi karena biasanya memakan waktu dan biaya
yang cukup banyak, perusahaan cenderung melewati tahap ini.
2. Sistem komisi agen
iklan. Apabila perusahaan meminta agen iklan dalam pembuatannya, agen akan
cenderung berusaha menambah penayangan iklan tersebut karena komisi yang mereka
dapat tergantung dari jumlah penayangan juga. Akibatnya agen lebih termotivasi
untuk menambah jumlah penayangan daripada memperhatikan pengaruh iklan terhadap
penjualan.
3. Perusahaan merasa
takut market share-nya diambil oleh kompetitor yang gencar menayangkan iklan.
4. Proses penentuan
anggaran iklan dilakukan dengan cara yang tradisional, misalnya dengan menentukan
berapa persen dari penjualan untuk anggaran iklan. Akibatnya keputusan tentang
anggaran tidak didasarkan pada effektifitas iklan itu sendiri.
Dalam posting ini saya
tidak bermaksud menyarankan perusahaan untuk mengurangi anggaran iklannya. Saya
hanya ingin menyarankan agar perusahaan membangun sistem evaluasi effektifitas
iklan yang akurat. Apabila perusahaan bisa membangun sistem ini, ratusan juta
atau milyaran rupiah tidak akan hilang secara percuma
« Last Edit: 26 March
2008, 04:37:15 PM by cempaka »
15/04/2011
9.12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar