1.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Setiap
organisasi laba maupun nirlaba selalu mengharapkan anggotanya dapat memiliki komitmen
organisasional yang kuat. Karena komitmen organisasional akan menumbuhkan
loyalitas terhadap organisasi. Loyalitas inilah yang akan mendorong anggota
untuk bersemangat tinggi dalam bekerja dan berusaha guna mencapai setiap tujuan
yang ditetapkan oleh organisasi.
Komitmen
organisasional sering dipandang sebagai aspek psikologis dari seorang individu
sehingga sangat jarang mahasiswa dan peneliti Indonesia yang mengangkat topik
tentang komitmen. Ditelusuri lebih dalam, komitmen merupakan sebuah perilaku
sehingga dapat mempengaruhi secara langsung prestasi kerja individu. Hal
ini diperkuat oleh Ridlo (2012:10) yang
menyatakan bahwa komitmen organisasional sebagai konsep yang dapat dikatakan
sebagai bentuk perilaku yang mengacu pada respon emosional individu kepada
keseluruhan organisasi sehingga dapat langsung mempengaruhi kinerja individu.
Bashaw dan Grant
dalam Sopiah (2008:159) menjelaskan bahwa komitmen karyawan terhadap organisasi
merupakan sebuah proses berkesinambungan dan merupakan sebuah pengalaman
individu. Ketika bergabung dalam sebuah organisasi komitmen organisasional
timbul secara bertahap dalam diri pribadi karyawan berawal dari kebutuhan
pribadi terhadap organisasi, kemudian beranjak menjadi kebutuhan bersama dan
rasa memiliki dari para anggota terhadap
organisasi.
Wursanto (2005:15) mengemukakan
bahwa rasa
memiliki dari para anggota terhadap organisasinya dapat dilihat dalam hal-hal
berikut: (1) Adanya loyalitas dari para anggota terhadap anggota lainnya. (2)
Adanya loyalitas para anggota terhadap organisasinya. (3) Kesediaan berkorban secara
ikhlas dari para anggota baik moril maupun material demi kelangsungan hidup
organisasinya. (4) Adanya rasa bangga dari para anggota organisasi apabila
organisasi tersebut mendapat nama baik dari masyarakat. (5) Adanya letupan
emosional/amarah dari para anggota apabila organisasinya mendapat celaan baik
itu dilakukan oleh individu maupun kelompok lain. (6) Adanya niat baik (goodwill) dari para anggota organisasi
untuk tetap menjaga nama baik organisasinya dalam keadaan apapun.
Setelah rasa
memiliki dari setiap anggota mulai tumbuh dan berkembang maka tumbuhlah suatu
kesepakatan bersama yang merupakan komitmen dari para anggota yang harus
ditaati. Wursanto (2005:16) mengemukakan kesepakatan bersama yang merupakan
komitmen dari anggota (karyawan) itu meliputi hal-hal sebagai berikut: (1)
Kesepakatan bersama terhadap tujuan yang akan dicapai. 2) Kesepakatan bersama
dalam hal menetapkan berbagai jenis kegiatan yang harus dilakukan dalam usaha
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 3) Kesepakatan bersama dalam hal
menetapkan ketentuan-ketentuan atau norma-norma yang harus ditaati oleh setiap
anggota kelompok. Aturan-aturan tersebut dapat bersifat tertulis maupun tidak
tertulis. 4) Kesepakatan bersama dalam hal menetapkan berbagai sarana yang
diperlukan dalam usaha mencapai tujuan tersebut. 5) Kesepakatan bersama para
anggota dalam hal menetapkan cara atau metode yang paling baik untuk mencapai
tujuan tersebut.
Penelitian
tentang topik komitmen organisasional masih sedikit di Indonesia, penelitian
lebih banyak dilakukan diluar Indonesia seperti penelitian yang dilakukan oleh
Sabir dkk (2011), hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan transaksional
dan kepemimpinan tranformasional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
komitmen organisasional. Hal ini terjadi karena telah terbangun budaya yang
kuat di dalam organisasi disebabkan kepemimpinan yang diterapkan yang
menumbuhkan komitmen organisasional bagi setiap pengikutnya.
Penelitian
mengenai komitmen selanjutnya dilakukan oleh Malik dkk (2010), hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari kepuasan kerja
terhadap komitmen organaisasi dosen universitas Negeri Pakistan. Hasil temuan
lapangan menunjukkan bahwa karakteristik pekerjaan, kepuasan terhadap gaji dan
kualitas pengawasan signifikan sebagai prediktor dari komitmen organisasional
pada Universitas Negeri Pakistan. Ditemukan pula bahwa mereka memiliki kepuasan
yang tinggi terhadap pimpinan, hubungan dengan rekan kerja, kompensasi,
pekerjaan itu sendiri dan kesempatan pengembangan pada Universitas Negeri
Pakistan.
Berdasarkan
penelitian di atas, maka dapat diketahui bahwa komitmen dari seorang individu
dapat dipengaruhi oleh kepemimpinan yang diterapkan oleh seorang pemimpin di
dalam organisasi. Menurut Blau (1985) dalam Sabir
dkk (2011:149) “Leadership style has
greater importance for the organization in context of increasing commitment”. Blau berpendapat bahwa pola kepemimpinan
merupakan aspek yang paling penting bagi organisasi dalam meningkatkan
komitmen. Selain itu menurut Willims and Hazer (1986) dalam Sabir dkk
(2011:149) menyatakan bahwa “leadership style is considered as
antecedent of commitment”. Maknanya adalah kepeimimpinan tepat digunakan
untuk menumbuhkan komitmen.
Aronold, Basling
and Kelloway (2001) dalam Sabir dkk (2011:149) menyatakan bahwa “Transformational leadership style helps the
leader in enhancing their employees’ trust and commitment.” Artinya bahwa kepemimpinan
transformasional membantu seorang pemimpin di dalam meningkatkan kepercayaan
dan komitmen pengikutnya. Karena kepemimpinan transformasional menumbuhkan dan
membentuk watak pengikut sehingga mereka mau dan rela memunculkan kapabilitas
terbaiknya dalam proses kerja.
Kepemimpinan (leadership)
dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok guna
mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan yang ditetapkan (Robbins dan
Judge, 2008: 49). Rumusan kepemimpinan tersebut menunjukkan bahwa dalam suatu
organisasi terdapat orang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi, mengarahkan,
membimbing dan juga sebagian orang yang mempunyai kegiatan untuk mempengaruhi
perilaku orang lain agar mengikuti apa yang menjadi kehendak mereka. Apabila
orang-orang yang menjadi pengikut dapat dipengaruhi oleh kekuatan kepemimpinan
yang dimiliki oleh atasan maka mereka akan mau mengikuti kehendak pimpinannya
dengan sadar, rela, dan sepenuh hati.
Secara garis
besar, pola kepemimpinan dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar yaitu
kepemimpinan yang dibangun di atas suatu proses transaksi dan kepemimpinan yang
dikembangkan di atas keinginan untuk terlibat dalam proses transformasi yang
mendewasakan. Kepemimpinan ini diantaranya adalah kepemimpinan transaksional
dan kepemimpinan transformasional (Hartanto, 2010:506).
Locander dan
Yammarino dalam Mariam (2009:31) menyatakan bahwa pada dua dasawarsa terakhir,
konsep kepemimpinan transaksional (transactional
leadership) dan kepemimpinan transformasional (transformational leadership) berkembang dan mendapat perhatian
banyak kalangan akademisi maupun praktisi. Hal ini disebabkan konsep yang
dipopulerkan oleh Bass pada tahun 1985 ini mampu mengakomodir konsep
kepemimpinan yang mempunyai spektrum luas, termasuk mencakup pendekatan
perilaku, pendekatan situasional, sekaligus pendekatan kontingensi. Oleh karena
itu, penelitian ini memusatkan pada konsep kepemimpinan transaksional dan
transformasional.
Menurut Lawler
(2003) dalam Sabir dkk (2011:149) “Transformational
leader gives the solution of the problems frequently, which enhances motivation
and commitment of employee”. Lawler berpendapat bahwa kepemimpinan yang
bersifat transformasional seringkali memberikan solusi terhadap permasalahan
untuk bagaimana meningkatkan motivasi dan komitmen karyawan. Lawler menunjukan
bahwa apabila ingin meningkatkan motivasi dan komitmen karyawan, maka paling
baik menggunakan pendekatan kepemimpinan transformasional.
Selain kepemimpinan
transformasional yang diterapkan oleh seorang pemimpin, kepemimpinan
transaksional juga harus menjadi perhatian. bagaimanapun, seorang pemimpin tidak
bisa hanya memberikan pengarahan melalui pembentukan pengaruh tetapi pemimpin
juga perlu untuk melakukan transaksi. Seorang bawahan tentu saja memiliki
kebutuhan yang perlu untuk dia penuhi, sehingga kepemimpinan transaksional juga
menjadi aspek yang ikut dimasukkan ke dalam model kepeimimpinan. Kepemimpinan
transaksional dapat diukur dari penghargaan
bersyarat dan manajemen pengecualian aktif, sementara kepemimpinan
transformasional dapat diukur dari pengaruh yang ideal, motivasi yang
inspirasional, stimulasi intelektual, dan pertimbangan yang bersifat
individual.
Penghargaan bersyarat dimakasudkan
bahwa pemimpin menjalankan pertukaran kontraktual dari penghargaan dan usaha
anggota, menjanjikan penghargaan untuk kinerja yang baik, dan mengakui pencapaian
yang diperoleh anggota. Pola kepemimpinan transaksional yang bersifat aktif
adalah yang dijalankan dengan memanfaatkan prinsip manajemen dengan eksepsi aktif.
Penerapan pola kepemimpinan ini ditujukan untuk membangkitkan keinginan anggota
organisasi untuk mencari atau merumuskan secara arif permasalahan yang dihadapi
organisasi dan mengambil tindakan korektif dengan cepat sebelum persoalan
membesar. Banyak pemimpin berpendapat bahwa menjalankan manajemen dengan
eksepsi, terutama yang dijalankan secara aktif, merupakan cara yang tepat
karena beranggapan bahwa merekalah yang pada akhirnya bertanggung jawab untuk
kesalahan yang dibuat anggota.
Salah satu ciri dari seorang pemimpin
yang transformasional adalah kemampuannya untuk mempengaruhi anggota organisasi
bukan dengan memanfaatkan kekuasaan yang bersumber dari kedudukannya di
organisasi atau sumber daya yang dikuasainya, melainkan justru dengan
memanfaatkan kelebihan intelektualnya, gagasannya yang lebih orisinal, dan
kemampuannya untuk menunjukkan kepada semua anggota betapa pentingnya
kontribusi mereka secara individual maupun kolektif untuk mewujudkan cita-cita
ideal yang telah disepakati bersama.
Kepemimpinan yang inspirasional, atau
sering kali disebut sebagai kepemimpinan yang kharismatis hanya dimiliki
orang-orang tertentu dan dapat membentuk kinerja seseorang. Pemimpin yang
tranformasional biasanya juga mampu membangun motivasi kerja para anggota
organisasi bukan dengan cara memberi imbalan kepada mereka, melainkan
sebaiknya, dengan cara menumbuhkan inspirasi kepada mereka bahwa apa yang
mereka lakukan itu sangat berharga dan selaras dengan kepentingan semua pihak
terkait.
Perilaku pemimpin stimulasi
intelektual dirasakan oleh para anggota sebagai suatu dorongan untuk menyikapi
segala perbedaan baik kepentingan, pendapat, gagasan, potensi, kompetensi, dan
wawasan dengan arif, serta mencari solusi yang dapat diterima oleh sebanyak
mungkin anggota. Dalam menghadapi kerjanya, pemimpin yang transformasional juga
akan berusaha memahami harapan para anggota dengan baik. Dia tidak saja
memikirkan bagaimana mempekerjakan anggotanya secara bertanggung jawab, tetapi
juga peduli dengan harapan, kebutuhan, dan aspirasi pengembangan anggotanya.
Aspek lain yang dapat mempengaruhi komitmen adalah kepuasan
kerja. kepuasan kerja yang dirasakan oleh individu tersebut dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya tidak bisa dikesampingkan karena dapat mempengaruhi
komitmen karyawan. Hal ini senada dengan pendapat Robbins dan Judge (2008: 111)
bahwa “Ada konsekuensi ketika karyawan menyukai
pekerjaan mereka, karyawan tersebut akan memiliki kesetiaan (loyality) yang tinggi terhadap
organisasi”.
Kepuasan kerja dapat
didefinisikan sebagai perasaan positif seseorang tentang pekerjaannya seperti
perasaan senang, tidak senang atau puas atau tidak puas. Pengertian ini
menunjukkan aspek-aspek yang penting dalam suatu pekerjaan yang memperlihatkan perasaan
seseorang tentang setiap aspek yang dapat mempengaruhi pekerjaannya sehingga
menimbulkan perasaan puas atau tidak puas. Faktor yang dimaksud dapat berupa kepuasan
terhadap sifat pekerjaan, kepuasan terhadap atasan, kepuasan terhadap gaji dan
upah, kepuasan terhadap peluang promosi, dan kepuasan terhadap hubungan dengan
rekan-rekan kerja (Robbins dan Judge, 2008:107-108).
Yayasan Pondok
Pesantren Nurul Hakim merupakan organisasi bernafaskan Islam tertua dan terbesar
di Kabupaten Lombok Barat, didirikan pada tahun 1948 Masehi, dengan jumlah anggota
sebanyak 396 orang yang terdiri dari 356 orang Guru, 56 orang Pengelola dan 19
orang Pegawai. Yayasan ini memiliki peran penting dan strategis dalam
pengembangan sumber daya manusia khususnya di Pulau Lombok. Yayasan ini
terkenal dengan pendidikan fiqih dan sudah menjadi budaya sekolah dalam
berbahasa Arab dan Inggris.
Saat ini Pondok
sudah memiliki program pendidikan formal yang cukup banyak seperti taman pendidikan
Al-Qur’an (TPA), taman kanak-kanak (TK), madrasah ibtida’yah (MI), madrasah
tsanawiyah (MTs), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), ma'had
aly, dan sekolah tinggi agama islam (STAI). Pondok Pesantren juga memiliki
santri sebanyak 3.356 orang dan jumlah santri yang mondok sebanyak 2.656 orang.
Ruang kelas yang dimiliki sebanyak 110 unit dengan 7 ruang perpustakaan serta 6
unit ruangan laboratorium. Pondok memiliki ruang pemondokan sebanyak 458 unit
seluas 92.326 M2 yang dilengkapi dengan masjid sebagai sarana ibadah
seluas 1.490 M2.
Pondok Pesantren
Nurul Hakim dipimpin oleh Tuan Guru Safwan Hakim. Tuan Guru Safwan Hakim
merupakan sosok pemimpin yang dicintai oleh masyarakat pondok bahkan masyarakat
lombok umumnya karena menjadi figur dan teladan umat yang sumbangan pikirannya
sudah sampai ke seluruh penjuru NTB terlebih di dalam pondok sendiri. Baik yang
langsung disampaikan oleh beliau atau santri yang telah menjadi alumni yang
terjun ke dalam kegiatan dakwah mengajarkan agama islam di kampung halamannya.
Seperti pondok
pesantren lainnya, Yayasan Pondok Pesantren Nurul Hakim kental dengan tradisi
paternalisme. Tradisi paternalisme nampak dari sosok tuan guru yang dijadikan
figur sentral dalam interaksi dan proses kehidupan sosial pada pondok pesantren.
Sosok figur tuan guru sangat mendukung efektivitas proses pembelajaran dan
pembinaan di pondok pesantren. Tuan guru dipandang sebagai “Man of the men” sehingga muncul paradigma di kalangan masyarakat pondok
yaitu “Apa kata tuan
guru”.
Paradigma
tersebut melahirkan perilaku masyarakat taat dan patuh pada Tuan Guru (sami’
na wa atha’ na/dalam bahasa Arab) dan bahkan berkembang pula paradigma
pemikiran bahwa “Apa yang dapat saya berikan kepada tuan guru”. Mampu memberi
sesuatu kepada tuan guru dan tuan guru mau menerimanya merupakan kebanggaan dan
kepuasan tersendiri bagi masyarakat. Ternyata ada pertukaran nilai sosial yang
berimbang (social exchange) antara tuan
guru dan masyarakat sehingga hubungan personal mereka semakin kuat dan
berkelanjutan (strong and sustainable
relationship). Kondisi semacam inilah yang memunculkan dugaan bahwa dapat
memunculkan fenomena “True believer” yang
biasa kita bahasakan dengan orang yang memiliki loyalitas yang tinggi.
Hal ini diakui
menjadi dasar dan aspek penting dalam upaya pengembangan taraf hidup khususnya
dalam bidang pendidikan (agama) di lingkungan pondok pesantren. Mereka yang
bergabung sebagai karyawan, guru, dan pengelola, terlihat sangat loyal dan
berkomitmen tinggi (highly committed)
dalam situasi dan kondisi apapun.
Karyawan, guru,
dan pengelola terlihat memiliki kepuasan dalam bekerja di pondok pesantren. Mereka memiliki sikap puas terhadap
kerja ini nampak tidak datang dengan sendirinya namun melalui proses yang
panjang. Mayoritas karyawan, guru, dan pengelola merupakan orang-orang yang
dulu pernah sekolah di pondok pesantren yang pada masanya melihat para pendidik
yang memiliki ketulusan yang dalam bekerja. Pendidik mereka terdahulu selalu
mengutamakan pengabdian kepada masyarakat dengan tanpa pilih kasih. Itulah yang
dapat menguatkan dugaan bahwa proses ini dapat melahirkan generasi berikutnya
yang juga memiliki mental yang siap mengabdi sebagaimana pendidik terdahulu
meskipun keberadaan mereka dalam era modernisasi dewasa ini.
Tidak dapat
dipungkiri bahwa sebagaimana organisasi yang lain, tetap ada anggota yang
berhenti kerja. Terjadinya berhenti bekerja dari pondok pesantren dikarenakan
oleh alasan-alasan yang dapat diterima secara rasional dan moral serta
dibenarkan dan direstui oleh tuan guru. Meskipun
begitu, sebagian mereka, selama masih memungkinkan, mereka tetap bergabung
membantu mengajar dengan status tenaga tidak tetap. Jadi secara normatif dan
afektif masih ada keterikatan emosional dan personal antara mereka dengan tuan
guru dan pondok pesantren.
Hasil temuan
lapangan dan kajian di atas dapat dijadikan landasan untuk melakukan penelitian
mengenai “Analisis Pengaruh Kepemimpinan
Tuan Guru dan Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasional Pada Pondok
Pesantren Nurul Hakim Kediri Lombok Barat”.
1.2.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan
dari penelitian ini adalah :
1)
Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan dari kepemimpinan
tuan guru terhadap kepuasan kerja pada Pondok Pesantren Nurul Hakim Kediri
Lombok Barat.
2)
Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan dari kepemimpinan
tuan guru terhadap komitmen organisasional pada Pondok Pesantren Nurul Hakim
Kediri Lombok Barat.
3)
Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan dari kepuasan
kerja terhadap komitmen organisasional pada Pondok Pesantren Nurul Hakim Kediri
Lombok Barat.
4)
Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan dari kepemimpinan
tuan guru terhadap komitmen organisasional melalui kepuasan kerja pada Pondok
Pesantren Nurul Hakim Kediri Lombok Barat.
1.3.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat
dari penelitian ini dari lain :
1)
Secara teoritis, sebagai bahan informasi dan referensi ilmiah
untuk memperkaya bahan pustaka dan referensi mengenai topik komitmen
organisasional bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang
penelitian sejenis di masa yang akan datang.
2)
Secara akademis, sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana Magister Manajemen Universitas
Mataram.
3)
Secara praktis, memberikan informasi dan sumbang pemikiran
kepada Pondok Pesantren Nurul Hakim Kediri
Lombok Barat dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan komitmen
organisasional dari guru, pegawainya, dan pengelola.
1.4.
Keaslian Penelitian
Penelitian
dengan judul “Pengaruh kepemimpinan tuan guru
dan kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional pada Pondok Pesantren Nurul
Hakim Kediri Lombok Barat” benar-benar merupakan hasil karya sendiri, kecuali
kutipan-kutipan dan ringkasan-ringkasan yang semua telah saya jelaskan
sumbernya. Penulisan kutipan-kutipan dan ringkasan-ringkasan ini telah disesuai
dengan pedoman dan standar dalam penulisan karya ilmiah tesis yang dikeluarkan
oleh Program Magister Manajemen Universitas Mataram maupun pedoman lainnya yang
relevan dengan penelitian yang saya lakukan. Penelitian dengan judul ini sudah
banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Namun penelitian ini dilakukan
di lokasi, waktu, dan ruang lingkup penelitian yang berbeda.